Meskipun Menguat, Rupiah Masih Bertengger di 14.000 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada Rabu pekan ini.

oleh Arthur Gideon diperbarui 16 Des 2015, 12:31 WIB
Diterbitkan 16 Des 2015, 12:31 WIB
Ilustrasi Rupiah (3)
Ilustrasi Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada Rabu pekan ini, meskipun masih berada di kisaran 14.000 per dolar AS. Pelaku pasar masih menunggu hasil rapat Bank Sentral AS (The Fed).

Mengutip Bloomberg, Rabu (16/12/2015), rupiah diperdagangkan di angka 14.062 per dolar AS pada pukul 11.50 WIB. Level tersebut menguat tipis jika dibandingkan dengan pembukaan yang ada di level 14.065 per dolar AS namun melemah jika dibanding dengan penutupan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.046 per dolar AS.

Dari pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.035 per dolar AS hingga 14.090 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, pelemahan rupiah mencapai 13,35 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah berada di level 14.050 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan perdagangan kemarin yang ada di level 14.065 per dolar AS.


Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, nilai tukar rupiah menguat setelah dolar AS melemah terhadap mayoritas kurs di Asia hingga kemarin sore. "Namun memang terlihat bahwa penguatan dolar AS tidak sepenuhnya solid," jelasnya.

Harga komoditas yang berhenti terjun bebas membantu penguatan rupiah sementara defisit neraca perdagangan yang muncul pertamakalinya tahun ini justru memperbaiki prospek pertumbuhan ekonomi ke depan sehingga memperbaiki daya tarik aset berdenominasi rupiah.

Harga minyak Brent pada perdagangan kemarin naik US$ 1,05 per barel atau 2,8 persen ke level US$ 38,97 per barel. Dalam perdagangan intraday, harga minyak Brent sempat menyentuh level US$ 39,41 per barel.

Sedangkan untuk West Texas Intermediate naik US$ 1,36 per barel menjadi US$ 37,67 per barel. Harga minyak ini sempat terjatuh ke level US$ 34,53 per barel pada perdagangan sehari sebelumnya. Level tersebut merupakan level terendah sejak krisis keuangan lalu.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan bertengger di kisaran 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga semester I 2016. Proyeksi tersebut dengan mempertimbangkan kondisi ketidakpastian global yang terus menghantui Indonesia.

"Dampak dari penyesuaian suku bunga AS akan cukup mendominasi di akhir tahun ini. Orang ramai-ramai beli dolar AS sebagai AS, tapi itu temporary, tidak akan berkepanjangan," ucap Josua saat dihubungi Liputan6.com.

Katanya, paska The Federal Reserve mengeksekusi kenaikan tingkat bunga, dampak kebijakan tersebut akan mulai mereda. Artinya tidak akan separah saat penantian penyesuaian Fed Fund Rate yang menghantam seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah. (Gdn/Ahm)



**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya