Tak Hanya di RI, Pencurian Listrik Juga Marak di India

Selain di Indonesia, pencurian listrik juga terjadi di luar negeri.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Feb 2016, 19:14 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2016, 19:14 WIB
20150812-Pasukan Elite PLN-Jakarta
Pasukan Elit PLN saat beraksi di Menara Sutet Jalan Asia Afrika, Jakarta, Rabu (12/8/2015). Pekerjaan tersebut mengandung resiko besar karena jaringan listrik masih dipelihara tanpa dipadamkan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Nusa Dua - Selain di Indonesia, pencurian listrik juga terjadi di luar negeri. Paling banyak kasusnya menimpa negara-negara berkembang, salah satunya India.

Modusnya mulai dari sambungan listrik liar sampai menghilangkan kelengkapan alat pengukur listrik yang didalangi kongkalikong dengan petugas di lapangan. 

"Di luar negeri ada pencurian listrik, seperti di India. Di mana-mana ada atau terjadi, biasanya di negara yang sedang berkembang," kata Direktur Jenderal Kelistrikan ESDM, Jarman di acara Bali Clean Energy Forum, di Nusa Dua Convention Center, Bali, Jumat (12/2/2016).

‎Di Indonesia, lanjut dia, ada puluhan kasus pencurian listrik yang sudah ingkrah di Pengadilan. Hanya saja nilai kerugian akibat tindak pidana ini hanya puluhan miliar rupiah atau paling tinggi selama ini Rp 30 miliar.

 

Tapi kasus pencurian listrik yang baru-baru ini terjadi dengan kerugian Rp 167 miliar disebutkan Jarman merupakan kasus terbesar sepanjang yang ditemukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

"Ada puluhan kasus yang sudah diputuskan di Pengadilan. Tapi selama ini cuma Rp 30 miliar paling besar, nah kasus kemarin Rp 167 miliar kerugian akibat pencurian listrik‎ jadi yang terbesar sepanjang kasus yang ditemukan PPNS," ucap Jarman.

Ia mengatakan, pencurian listrik di Indonesia selama ini telah merugikan negara hingga Rp 1,5 triliun setiap tahun. Jumlah ini berusaha ditekan pemerintah dengan melakukan berbagai cara.

"Jumlah dari pencurian listrik diperkirakan Rp 1,5 triliun per tahun (kerugian). Itu yang harus dikurangi dan upaya ini sudah dilakukan sejak 2012," ujarnya.

Sambung Jarman, kejahatan pencurian listrik ada yang mengandung unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan. Pencurian listrik secara sengaja dan besar, lanjut Jarman, kerap terjadi di pabrik, hotel dan sebagainya.  

"Kalau laporan yang masuk ada ketidaksengajaan diproses PLN untuk kasus perdata. Tapi begitu ada masalah yang terkait pidana, dilaporkan ke kita. Kita akan tindaklanjuti, diperiksa, apakah ada unsur kesengajaan atau ketidaksengajaan," jelasnya.

Sikat maling listrik

Diakuinya, saat ini terdapat 25 PPNS dan jumlahnya akan terus bertambah seiring kehadiran PPNS baru yang sudah mendapat pendidikan dan pelatihan, serta rekomendasi dari Kejaksaan Agung. Sedangkan pengajuan pengangkatannya melalui Kementerian Hukum dan HAM untuk diangkat menjadi PPNS.

PPNS menyelidiki kasus pencurian listrik yang diendus ada unsur pidana. Sementara jika ada ketidaksengajaan atau unsur perdata, hanya diproses oleh PLN.

"Kita juga punya inspektur ketenagalistrikan, kalau ada unsur pidana diberikan ke PPNS. Mereka berhak memeriksa, menyita sesuai dengan kewenangan, serta menerbitkan surat perintah penyidikan. Mereka bisa bergerak jika ada indikasi pidana," terang Jarman.   

Dengan cara ini, diharapkannya dapat menekan jumlah kasus maupun kerugian akibat ulah maling listrik selain menjatuhkan hukuman sanksi denda sampai pidana paling berat 2,5 tahun.

"Dari Rp 1,5 triliun, kalau bisa dikurangi 50 persen atau 2,3 persennya saja, lumayan ada Rp 1 triliun yang bisa di saving per tahun dan dipakai untuk yang lain," ucap Jarman. (Fik/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya