KKP Kaji Aturan Upah Minimum di Sektor Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan akan merancang peraturan yang mengatur soal besaran upah anak buah kapal.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Mar 2016, 19:25 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2016, 19:25 WIB
Kupang
Bagi masyarakat Kupang, laut adalah teman. Dari laut para nelayan bisa mendapatkan 388.000 ton ikan per tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan merancang peraturan yang mengatur soal besaran upah anak buah kapal (ABK). Peraturan ini nantinya akan menetapkan ketentuan-ketentuan terkait besaran upah minimum yang menjadi hak bagi ABK.

Sekretaris Jenderal KKP Syarif Widjaja mengatakan, memang selama ini telah besaran upah pokok yang diatur. Namun upah tersebut dianggap masih belum mencukupi kebutuhan para ABK.

Sedangkan tambahan pendapatan dengan skema bagi hasil dari hasil tangkapan ikan saat melaut tidak diatur sebelumnya.



"Jadi gaji pokok setelah itu ada bagi hasil dimana bagi hasil itu ditentukan kesepakatan antara pemilik dan ABK, dan itu yang ingin kita masuk. Bagi hasil tidak boleh di bawah standar minimun karena mereka butuh hidup," ujarnya di Jakarta, Kamis (3/3/2016).

Dengan adanya aturan ini, lanjut Syarif, pihaknya akan mendorong pemberi kerja dan ABK untuk membuat perjanjian kerja yang seadil-adilnya. Dengan demikian, tidak ada lagi ABK yang mendapatkan upah minim dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Jadi kita minta pelaku usaha yang mempekerjakan nelayan pembudidaya atau petambak garam, wajib melakukan perjanjian kerja di dalam itu ada hak dan kewajiban, termasuk menikmati gaji yang cukup, menikmati asuransi perlindungan, resiko dan sebagainya," ungkap dia.

Syarif menyatakan, nantinya rancangan peraturan ini akan dikomunikasikan dengan Kementerian Ketenagakerjaan sebagai regulator. Namun hal ini dinilai butuh kajian yang mendalam sehingga memerlukan waktu yang tidak sebentar.

"Kita akan mengaju kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Boleh kita melakukan triparti pekerjaan tetapi tetap rambu-rambunya diberikan tenaga kerja," terangnya. (Amd/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya