DPR Minta Pemerintah Segera Selesaikan Kegaduhan Blok Masela

Pengembangan blok Masela membutuhkan investasi lebih dari US$ 25 miliar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Mar 2016, 15:15 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2016, 15:15 WIB
Fadel Muhammad
Fadel Muhammad. (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - DPR RI menilai kegaduhan pengembangan dan pengelolaan lapangan gas abadi blok Masela di Maluku merupakan sebuah drama yang sedang dilakoni dua menteri, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Nasib blok Masela yang terkatung-katung akan memperburuk citra Indonesia.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Fadel Muhammad saat ditemui usai Diskusi Melanjutkan Reformasi Struktural mengungkapkan, maju mundurnya keputusan pengembangan blok Masela akibat ketakutan dari pemerintah. Drama blok Masela harus segera diakhiri demi ketahanan energi nasional.

"Kisruh yang terjadi sekarang adalah kisruh yang dibuat-buat takut ini dan itu, tidak relevan dengan pembangunan. Kisruh begini belum pernah terjadi di zaman Soeharto, jadi harus ada keberanian politik. Jika seperti ini, kasihan sama Negeri ini, kasihan Presiden," tegasnya di Jakarta, Kamis (17/3/2016).

Menurut Fadel, rencana pengembangan blok Masela di Maluku baik itu membangun kilang LNG di laut (offshore) maupun di darat (onshore) tidak perlu lagi diperdebatkan selagi investasi masuk. Indonesia saat ini membutuhkan aliran modal masuk dalam bentuk realisasi investasi.

Pengembangan blok Masela membutuhkan investasi lebih dari US$ 25 miliar. Sementara itu, perusahaan energi asing sudah menyatakan komitmen mengelola atau menjadi operator di lapangan gas abadi tersebut.

Berdasarkan kajian dari Inpex dan Shell, pembangunan kilang offshore hanya menelan dana US$ 14,8 miliar. Sedangkan pembangunan kilang di darat, mencapai US$ 19,3 miliar.

Sedangkan versi kajian Kemenko Maritim dan Sumber Daya, biaya pembangunan kilang darat sekitar US$ 16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), nilai investasinya lebih mahal mencapai US$ 22 miliar. Dengan demikian, kilang di darat lebih murah US$ 6 miliar dibandingkan dengan kilang di laut.

"Shell sudah berhasil bikin (LNG apung) di Australia. Kenapa mesti ditahan. Kami berpendapat offshore lebih tepat dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Kita harus pertimbangkan penelitian dari investor, kan dia yang taruh uang jadi harus dihargai. Kalau tidak, tidak ada yang mau investasi lagi di Indonesia," terangnya.

Kisruh pengembangan blok Masela antara dua menteri, Fadel mendukung langkah Menteri ESDM Sudirman Said. Ia bahkan mengungkapkan, apa yang disampaikan Rizal Ramli bahwa pembangunan kilang LNG di darat lebih menguntungan Indonesia tanpa didasari penelitian yang kuat. "Jangan bikin konflik baru. Itu tidak menguntungkan buat bangsa kita," ujarnya.

Mantan Ketua Komisi XI itu pun mendesak pemerintah segera memutuskan pengembangan dan pengelolaan blok Masela untuk kepentingan nasional. Kata Fadel, lapangan gas abadi ini penting bagi Indonesia karena sumber gas ini dapat bermanfaat untuk kepentingan dalam negeri, menyerap tenaga kerja lokal sebanyak mungkin, serta keuntungan lainnya.

"Pemerintah harus segera mengambil langkah, kalau tidak sayang. Presiden Joko Widodo terbang ke sana kemari mencari investor. Buat apa? Di depan kita banyak investasi yang ada, tinggal didorong saja," harap Fadel. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya