DEN Ingin Energi Baru Terbarukan Buka Lapangan Kerja

Sumber energi baru bisa dijadikan modal pertumbuhan wilayah dan mendorong roda perekonomian.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Mar 2016, 10:03 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2016, 10:03 WIB
Panas Bumi merupakan salah satu energi baru terbarukan.
Panas Bumi merupakan salah satu energi baru terbarukan.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Energi Nasional (DEN) menginginkan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia mempunyai nilai tambah lain di luar pemenuhan energi. DEN ingin pengembangan EBT juga mendorong terbukanya lapangan kerja. 

Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran mengatakan, sumber energi baru bisa dijadikan modal pertumbuhan wilayah dan mendorong roda perekonomian. Energi akan menciptakan pembangunan infrastruktur dan industri yang memproduksi komponen pembangkit EBT.

"Sumber daya energi jadi modal pembangunan. Kami harapkan energi baru juga menjadi pendorong untuk pertumbuhan ekonomi," kataTumiran, seperti yang dikutip diJakarta, Selasa (22/3/2016).

Dengan konsep tersebut, jika dalam target pemerintah porsi EBT dalam bauran energi di 2025 mencapai 23 persen tercapai, maka selain sebagai pemenuh kebutuhan pengembangan energi juga menciptakan lapangan kerja.

Target selanjutnya, dengan perkembangan industri pendukung energi baru terbarukan, Indonesia juga bisa menjadi pusat pengembangan industri komponen energi baru sehingga Indonesia tidak menjadi pasar tetapi produsen komponen pembangkit energi baru.

"Kami optimistis kenapa EBT bisa sampai 23 persen di 2025, karena EBT itu menciptakan tenaga kerja baru, seperti di Eropa Barat sehingga dapat menggerakan roda perekonomian," tutur Tumiran.

Agar rencana tersebut berjalan mulus dibutuhkan peran berbagai instansi pemerintah, diantaranya adalah Kementerian Perindustrian yang mendorong pengembangan industri energi baru terbarukan di dalam negeri dan Kementerian Perdagangan dengan melakukan kebijakan pengetatan impor, sehinga komponen produksi dalam negeri terserap optimal.

"Teman Perdagangan buat peraturan yang ketat tidak mudah mengizinkan barang impor, sehingga menciptakan ruang tenaga kerja negara lain," tutup Tumiran. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya