Anggaran Negara Dipangkas, KEIN Optimistis Ekonomi Tetap Melesat

Pemerintah harus berupaya mengendalikan defisit anggaran yang terancam melampaui batas toleransi 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Agu 2016, 10:03 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2016, 10:03 WIB
KEIN arif Budimanta 1
KEIN arif Budimanta 1

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta meyakini pemotongan anggaran negara sebesar Rp 133,8 triliun tidak akan mengganggu program pembangunan yang direncanakan pemerintah. Pasalnya penghematan bukan berasal tersebut dari pos anggaran yang produktif, seperti infrastruktur, pendidikan, maupun kesehatan.

"Anggaran yang bersentuhan langsung dengan kerja produktif tidak mengalami perubahan, artinya tujuan pembangunan tetap seperti semula. Penyesuaian anggaran hanya menyangkut anggaran dinas atau yang tidak produktif," ujar Arif dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (9/8/2016).

Pemotongan anggaran sebesar Rp 133,8 triliun itu, bila dibandingkan dengan realisasi belanja negara, maka hanya berkurang sekitar 5 persen-7 persen. Sambungnya, realisasi belanja negara sebelumnya berjumlah Rp 2.000 triliun yang berarti masih 93 persen-95 persen anggaran negara dapat digunakan untuk sektor produktif.

"Pemotongan anggaran dilakukan pemerintah, merupakan risiko yang harus dipilih sebagai antisipasi tidak tercapai penerimaan negara," terangnya.

Menurut Arif, jika target penerimaan tidak mencapai target, tentu akan mempengaruhi perekonomian nasional. Pemerintah pun harus berupaya mengendalikan defisit anggaran yang terancam melampaui batas toleransi 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Hal lain dijelaskan dia, penyesuaian anggaran kedua kalinya ini dilakukan pemerintah sesuai dengan Undang-undang (UU) Keuangan Negara. Dalam UU itu disebutkan bahwa pemerintah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk melakukan tindakan penyelamatan keuangan negara dari defisit melebihi batas di UU.

"Kalau kira-kira berpotensi melebihi batas, maka pemerintah berhak melakukan upaya penyelamatan, seperti melakukan penyesuaian anggaran ini," ucap Arif.

Dirinya mengimbau kepada para aparatur negara agar tetap bekerja maksimal kendati ada penyesuaian anggaran. Lebih lanjut kata Arif, penyesuaian anggaran ini bukan untuk melemahkan kinerja aparatur sebab sektor produktif tak mengalami pengurangan.

"Penyesuaian anggaran ini tetap harus menjadikan kinerja kementerian dan lembaga pemerintahan lain serius. Penyesuaian anggaran bukan untuk melemahkan kerja aparatur negara," tutur Arif.

Masih tumbuh

Masih tumbuh

Mengutip data dari Badan Pusat Statistik, Arif mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh positif pada akhir tahun ini. Indonesia mencetak pertumbuhan ekonomi 5,18 persen di kuartal II 2016.

Tambahnya, bidang-bidang yang dapat menyokong pertumbuhan ekonomi ke depan salah satunya berasal dari sektor konstruksi. Alasannya, pembangunan infrastruktur akan terus berlangsung sampai akhir 2016. “Jadi peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat masih ada,” ujarnya.

Selain infrastruktur, bidang yang tak luput dari kajian KEIN adalah sektor kemaritiman dan perikanan. Arif bilang, sektor usaha perikanan sedang dalam proses pembahasan kebijakan saat ini oleh KEIN karena perikanan sebagai bagian kemaritiman Indonesia dapat bergerak cepat untuk mendukung perekonomian nasional.

Menurut Arif, KEIN mendorong agar para investor mengarahkan investasinya ke bidang usaha yang memiliki daya saing tinggi dan permanen. Dia mengatakan, untuk saat ini sektor kemaritiman yang salah satu bagiannya adalah perikanan memenuhi syarat tersebut.

"Selama ini fokus investasi diarahkan ke industri infrastruktur. Padahal yang diketahui, sumbangan dari industri manufaktur ke pendapatan ekonomi nasional hanya 18 persen-19 persen," papar dia.

Dia menambahkan, investasi di sektor infrastruktur sifatnya hanya sesaat dan tidak kokoh. Perlu usulan kepada Presiden agar mengambil kebijakan mengarahkan investasi nantinya ke bidang manufaktur, seperti perikanan.

Arif mengungkapkan, melalui investasi di bidang manufaktur itu dapat menyumbang sekitar 35 persen-40 persen untuk perekonomian negara. Dia mengatakan, kebijakan investasi yang kuat harus diarahkan sesuai dengan potensi Indonesia di sumber daya alam dan manusianya.

"Bidang lainnya berasal dari pertanian karena BMKG menyatakan tidak ada kemarau sehingga bisa dimanfaatkan untuk menggenjot pertumbuhan palawija agar kondisi ekonomi Indonesia di kuartal III dan IV tetap stabil, bahkan menanjak," pungkas dia. (Fik/Gdn)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya