Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menegaskan bahwa program pengampunan pajak (tax amnesty) tidak salah sasaran. Untuk menjawab keresahan masyarakat mengenai program tax amnesty membidik masyarakat menengah ke bawah, pemerintah mengeluarkan Peraturan Dirjen (Perdirjen) Nomor Per-11/PJ/2016.
Aturan ini tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menerbitkan aturan turunan UU Pengampunan Pajak yang menegaskan bahwa rakyat kecil tidak perlu ikut program tax amnesty, meskipun pada prinsipnya semua Warga Negara Indonesia (WNI) mendapatkan pengampunan pajak.
Advertisement
"Masyarakat berpenghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 4,5 juta per bulan, buruh, pembantu rumah tangga, nelayan, petani, pensiunan, dan penerima harta warisan di bawah PTKP tidak perlu ikut tax amnesty," tegas Ken saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Baca Juga
"Jadi orang yang gajinya di bawah PTKP, tidak perlu punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tidak perlu bayar Pajak Penghasilan (PPh), melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), apalagi ikut tax amnesy," jelasnya.
Direktur P2Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan sosialisasi tax amnesty kepada petani, nelayan, buruh, pedagang kecil di pasar, dan masyarakat lainnya yang berpendapatan di bawah PTKP.
"Tax amnesty tidak salah sasaran, karena masyarakat kecil tidak pernah jadi sasaran tax amnesty. Jangan ada pemahaman, karena kita tidak dapat yang besar lalu menyasar ke yang menengah seperti karyawan, pensiunan," ucapnya.
Menurut Yoga, tax amnesty merupakan hak seluruh Warga Negara Indonesia, khususnya WP. "Masyarakat golongan menengah mendapatkan kesempatan yang sama ikut tax amnesty. Kalau mereka mau ikut, mana mungkin kita tidak melayaninya," tutur Yoga.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution ikut angkat bicara mengenai tanda pagar (tagar) #StopBayarPajak yang ramai di Twitter. Tagar ini muncul karena memantik keresahan dan kekecewaan terhadap tindakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memburu Wajib Pajak (WP) yang selama ini mengklaim patuh menyetor pajak.
"Nah itu yang tidak benar. Yang dikejar dan didatangi (petugas pajak) adalah mereka yang tadinya punya harta banyak tapi tidak dilaporkan, bahkan disimpan di luar negeri," ujar Darmin.
Dalam Undang-undang Pengampunan Pajak, katanya, program ini berlaku untuk semua WP. Namun diakui Darmin, pemerintah sebenarnya tidak pernah merancang Warga Negara Indonesia (WNI) di dalam negeri atau UMKM sebagai sasaran tax amnesty sebelumnya.
"Fokus kita adalah mereka yang punya harta banyak tapi tidak dilaporkan selama ini, apalagi disimpan di luar negeri. Tapi kemudian akhir-akhir ini ada pihak yang menyampaikan ini itu, padahal sebetulnya tidak begitu," terang Darmin.
Saat ini, sambungnya, WNI yang menyimpan uang maupun hartanya di luar negeri masih melakukan proses untuk deklarasi maupun repatriasi ke Indonesia. Mereka masih berhitung dan mencatat supaya tax amnesty bisa dilakukan sebelum akhir periode pertama untuk mengejar uang tebusan 2 persen.
"Kemenkeu dan DPJ sedang fokus mengkomunikasikan para WP besar, tapi kalau yang datang UMKM ataupun bukan WP besar ke kantor pajak, masa tidak dilayani," terang Darmin. (Fik/Gdn)