Liputan6.com, Jakarta Penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah menjadi tantangan berinvestasi pada saat ini. Penguatan dolar saat ini dinilai berbeda dengan kondisi dua tahun lalu.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, penguatan dolar yang terjadi dua tahun lalu dipicu minimnya kepercayaan di beberapa negara termasuk Indonesia.
"Dua tahun lalu karena krisis kepercayaan terhadap segelintir negara termasuk Indonesia," kata dia saat berbincang dengan media di Pasific Place Mall Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Baca Juga
Kondisi saat ini jauh berbeda. Thomas mengatakan, penguatan dolar saat ini hampir terjadi di semua negara.
"Ini mempengaruhi hampir semua negara, tidak pandang bulu. Dan saya menerangkan, Bu Menteri Keuangan juga menerangkan tekanan terhadap rupiah sekarang ini beda sekali pada tekanan rupiah dua tahun lalu," jelas dia.
Namun Thomas mengatakan, penguatan dolar saat ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Penguatan dolar ini bisa jadi menguntungkan apabila Indonesia bisa memanfaatkannya untuk menggenjot ekspor. Terlebih, akan terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi AS.
"Kalau benar dengan kebijakan Presiden Trump dolar menanjak 2017 hemat saya ekspor akan jalan. Karena dengan perkasanya dolar, bagi mereka barang kita jadi murah. Jadi prediksi saya, tahun ini dan tahun depan dengan akselarasi AS, penguatan dolar, ekspor akan jalan," ungkap dia.
Advertisement
Menurut Thomas Lembong, Indonesia perlu mengubah strategi untuk mendorong ekspor terutama pada produk ekspor. Ekspor di bidang jasa bisa menjadi andalan.
"Kita suka lupa betapa pentingnya sektor jasa. Menurut Pak Menko dan Saya perkirakan sektor jasa itu 50 persen dari ekonomi kita. Dan semua negara di saat mereka berkembang, naik kelas, sektor jasa itu naik sebagai proporsi daripada ekonomi secara total," tandas dia. (Amd/Nrm)