Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha dinilai lebih tertarik melakukan ekspor kelapa bulat. Hal ini lantaran harga kelapa bulat lebih tinggi sehingga memicu stok kelapa di dalam negeri berkurang.
Demikian disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso,seperti dikutip dari Antara, Kamis (17/4/2025).
Advertisement
Budi menuturkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah melakukan pertemuan dengan pelaku industri kelapa dan eksportir untuk membahas harga kelapa yang mahal.
Advertisement
Berdasarkan pertemuan itu, didapatkan harga kelapa yang diekspor lebih mahal sehingga lebih banyak pengusaha yang mengalihkan stok untuk dijual ke luar negeri.
"Ini mahal, karena di ekspor ya. Harga ekspor memang lebih tinggi daripada harga dalam negeri. Karena semua ekspor, akhirnya jadi langka dalam negeri," ujar Budi.
Ia juga mengatakan pertemuan antara pelaku industri kelapa dan eksportir, untuk mencari kesepakatan terbaik bagi kedua belah pihak terkait dengan harga dan stok di dalam negeri.
"Biar nanti ada kesepakatan yang lebih baik. Karena kita juga di dalam negeri membutuhkan. Tetapi harga tentunya juga kalau murah kan, petani dan eksportir kan nggak mau. Jadi nanti kita cari kesempatan yang lebih baik," kata dia.
Berdasarkan data Info Pangan Jakarta pada Kamis, 17 April 2025 harga rata-rata kelapa kupas atau bulat di Pasar Induk Kramat Jati mencapai Rp13.769 per kilogram dan harga tertinggi Rp21 ribu per kilogram.
Untuk Pasar Senen Blok III-IV rata-rata Rp13.333 per kilogram dan tertinggi Rp15 per kilogram. Sedangkan di Pasar Grogol, harga rata-rata Rp10.321 per kilogram dan tertinggi Rp20 ribu per kilogram.
Sementara, harga rata-rata untuk daerah Jakarta Barat Rp17.500 per kilogram, Jakarta Pusat Rp15.600 per kilogram, Jakarta Rp16.400 per kilogram, Jakarta Timur Rp17.500 per kilogram dan Jakarta Utara Rp13.667 per kilogram.
Kemendag Terbitkan 2 Aturan Baru, Ekspor Pertambangan dan Kehutanan Makin Mudah
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menerbitkan dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur penyesuaian dalam ekspor komoditas pertambangan dan kehutanan.
Kedua Permendag ini adalah ‘Permendag Nomor 8 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor’, serta ‘Permendag Nomor 9 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor’. Kedua Permendag tersebut ditetapkan pada 6 Maret 2025 dan mulai berlaku pada 10 Maret 2025.
Mendag Busan menyebut, kedua Permendag akan menjadi katalisator untuk meningkatkan ekspor Indonesia dan memberikan dampak positif kepada perekonomian nasional. Ia pun berharap aturan baru ini akan semakin mempermudah dan fasilitatif bagi pelaku usaha dalam melakukan ekspor.
“Kedua Permendag ini bertujuan untuk memperjelas aturan ekspor, memberi kemudahan bagi pelaku usaha, serta menyelaraskan kebijakan-kebijakan dengan instansi terkait. Kami harap, kedua Permendag dapat semakin memberi kepastian ekspor bagi eksportir,” ujar Mendag Busan.
Advertisement
Permendag 8/2025 Akomodasi Ekspor Mineral Akibat Kondisi Kahar
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim menyampaikan,Permendag 8/2025 mendukung kebijakan hilirisasi bagi para pelaku usaha di sektor pertambangan.
Melalui Permendag ini, pemerintah berupaya menjaga keberlanjutan investasi dan percepatan hilirisasi mineral didalam negeri. Pemerintah pun memberikan ruang bagi eksportir produk pertambangan hasil pemurnian yang bernilai tambah seperti titanium slag.
“Dengan revisi ini, ekspor produk pertambangan yang telah melalui proses pemurnian seperti titanium slag, dapat berjalan lebih optimal sehingga memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Pemerintah memastikan kebijakan ekspor mendukung hilirisasi. Kebijakan ekspor juga tetap memberi kepastian dan kemudahan bagi eksportir dalam mengurus perizinan berusaha,” ujar Isy.
Selain itu, melalui Permendag tersebut, pemerintah mengakomodasi ketentuan ekspor bagi perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam, namun menghadapi kendala operasional di luar kendali mereka akibat kondisi kahar.
Hal ini memberi kesempatan bagi eksportir produk pertambangan hasil pengolahan, berupa konsentrat tembaga, untuk dapat melaksanakan ekspor, selama tetap menjalankan proses penyelesaian perbaikan akibat keadaan kahar.
