Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklarifikasi kabar mantan pegawai di lingkungan instansi tersebut, yakni Triyono Utomo Abdul Bakti yang dideportasi pemerintah Turki atas dugaan bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Kemenkeu menegaskan bahwa mantan pegawai tersebut bukan lagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak Agustus 2016.
Dari keterangan resmi Kemenkeu, Jakarta, Jumat (27/1/2017), sehubungan dengan pemberitaan mengenai mantan pegawai Kemenkeu yang disebut terkait ISIS, dapat dijelaskan sebagai berikut.
"Yang bersangkutan (Triyono) merupakan mantan pegawai Kemenkeu dengan pangkat terakhir IIIC," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekjen Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti.
Advertisement
Baca Juga
Lanjutnya, pada Februari 2016, yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri sebagai PNS Kemenkeu dengan alasan ingin mengurus pesantren anak yatim di Bogor. Sejak saat itu yang bersangkutan tidak dapat dihubungi.
"Berdasarkan KMK Nomor 759/KM.1/UP.72/2016 mulai Agustus 2016 yang bersangkutan telah diberhentikan sebagai PNS atas permintaan sendiri," ujar Nufransa.
"Terhitung sejak diberhentikan, segala kegiatan dan aktivitasnya tidak dapat lagi dihubungkan dengan Kemenkeu dan menjadi tanggungjawab pribadi yang bersangkutan," tegas Nufransa.
"Kemenkeu tidak memberikan bantuan hukum kepada yang bersangkutan, menjunjung asas praduga tak bersalah, dan menghormati proses penegakkan hukum yang dilaksanakan oleh Kepolisian," sambungnya.
Dari keterangan resmi Polri, pada hari Rabu, 25 Januari 2017 sekitar pukul 22.15 WITA telah tiba 5 Warga Negara Indonesia (WNI) di Bandara International Ngurah Rai, Bali dari Bandara Istanbul, Turki menggunakan maskapai penerbangan Emirates Airlines. WNI ini dideportasi pemerintah Turki karena diduga akan bergabung dengan ISIS.
WNI yang dideportasi tersebut adalah Triyono Utomo Abdul Bakti yang disebut-sebut merupakan mantan pegawai Kemenkeu. Dia dideportasi bersama istri yakni Nur Khofifah dan ketiga anak, yaitu Nur Azzahra, Muhammad Syamil Utomo, serta Muhammad Azzam Utomo. (Fik/Gdn)