Alasan Rasio Menabung di RI Masih Rendah

Bagi orang Indonesia, membeli tanah merupakan bentuk investasi yang paling menjanjikan.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Feb 2017, 21:21 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2017, 21:21 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan alasan ‎tingkat rasio menabung di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini lantaran orang Indonesia lebih suka berinvestasi pada tanah ketimbang menyimpang uangnya di bank.

"Kenapa saving kita rendah? Kita mau jual SUN saja asingnya banyak, sahamnya lebih dari separo. Karena kita terlalu sibuk jual beli tanah," ujar dia di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Bagi orang Indonesia, lanjut Darmin, membeli tanah merupakan bentuk investasi yang paling menjanjikan. Ini karena harga tanah yang terus mengalami kenaikan tiap tahunnya.

"Di masyarakat, kalau beli tanah bilangnya investasi.‎ Dan kita belum percaya mereka yang tumpuk tanah sudah melaporkan dengan benar waktu tax amnesty. Kita undang dua bulan ini," kata dia.

Oleh sebab itu, saat ini pemerintah tengah menggodok kebijakan pajak progresif untuk tanah yang menganggur. Dengan demikian diharapkan masyarakat berpikir ulang untuk berinvestasi pada tanah.

"Hanya dengan begitu kita mulai berubah. Supaya saving kita lebih tinggi dan kebutuhan kita atas dana asing tidak tinggi. Tapi kalau foreign direct investment boleh, bikin pabrik kan tidak dibawa keluar, kalau SUN bisa di bawa keluar‎," tandas dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah masih mencari formulasi tepat terkait mekanisme pungutan pajak tanah. Tujuan pengenaan pajak tersebut semata-mata demi menciptakan rasa keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Usulan pajak tanah, dia mengakui, datang dari Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil. Sementara dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melihat dari sisi perpajakannya.

"Apakah yang menyangkut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari tanah di desa dan kota, apakah PBB menyangkut tanah perkebunan atau kehutanan. Itu kita sedang formulasikan, kita buka semuanya tanah itu digunakan untuk apa," jelas Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Kebijakan pungutan pajak atas kepemilikan tanah ini dipastikan tidak akan membabi buta alias progresif. Namun harus mencerminkan asas keadilan.

Sri Mulyani mengatakan, data kepemilikan tanah di Kementerian ATR akan dicocokkan dengan data perpajakan para juragan tanah yang ada di Ditjen Pajak.

"Jadi bukan pajak progresif, tapi ekonomi berkeadilan sesuai apa yang disampaikan Presiden. Tugas kita memformulasikan kebijakan apa yang bisa mencerminkan asas keadilan, apakah kepemilikan tanah, kemampuan bayar pajaknya, termasuk sertifikat tanah," dia menjelaskan. (Dny/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya