Begini Penerapan Pajak Tinggi buat Tanah Nganggur

Pemerintah berencana memungut pajak progresif bagi tanah-tanah menganggur untuk membatasi spekulasi terhadap tanah tidak produktif.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Jan 2017, 19:12 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2017, 19:12 WIB
20170105-Presiden Jokowi Pimpin Sidang Dewan Energi Nasional-Jakarta
Menteri Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengikuti Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menggodok rencana pungutan pajak progresif bagi tanah-tanah menganggur. Pajak tinggi tersebut akan dikenakan terhadap keuntungan dari hasil penjualan tanah.

Menteri ATR Sofyan Djalil mengungkapkan, kajian pajak progresif bagi tanah menganggur atau idle sudah ‎dibahas kementerian teknis. Namun, pemerintah masih merumuskan mengenai mekanisme pungutan dan perhitungan pajak progresif, kecuali bagi bank tanah kawasan industri ataupun perumahan.

"Kita masih work out, masih dirumuskan semuanya, jangan sampai menciptakan distorsi. Kita baru bicara pada tingkat teknis. Kalau sudah formal baru ke presiden," ujar dia saat ditemui di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (30/1/2017).

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu memberikan gambaran mengenai pengenaan pajak tinggi pada tanah menganggur. Pajak progresif dipungut terhadap keuntungan dari hasil penjualan tanah yang tinggi.

"Sebagai contoh, kita tahu harga tanah sekarang berapa misal Rp 10 ribu per meter. Nanti kalau dijual seharga Rp 100 ribu per meter, maka yang Rp 90 ribu itu kena pajak progresif. ‎Atau beli tanah sebelumnya Rp 1 miliar, tapi dijual Rp 2 miliar. Keuntungan 100 persen ini yang dipajaki," ucap Sofyan.

Sofyan menuturkan, pemerintah berencana memungut pajak progresif bagi tanah-tanah menganggur untuk menghilangkan atau membatasi spekulasi orang terhadap tanah yang tidak produktif.

"Orang jangan punya uang investasinya di tanah, tidak memberi manfaat apa-apa, beli tanah hanya mengharapkan harga naik. Harga tanah jadi tidak terkontrol karena orang berspekulasi, pada akhirnya mendistorsi investasi," ucap Eks Kepala Bappenas itu.

Dia menuturkan, pemerintah sangat serius mengkaji dan ingin menerapkan kebijakan pajak progresif untuk tanah menganggur atau tidak produktif, dengan tujuan menghilangkan spekulasi tanah. "Kita sangat serius lo ini. Kita kan masukkan kebijakan ini di RUU Pertanahan. Kita akan lihat regulasi apa yang memungkinkan," tutur Sofyan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya