Serikat Pekerja: Smelting Gresik PHK 309 Karyawan Secara Sepihak

Total pegawai yang bekerja di Smelting Gresik sebanyak 500 orang

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Mar 2017, 13:45 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2017, 13:45 WIB
Smelter
Smelter

Liputan6.com, Jakarta Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FPMI) menyatakan PT Smelting Gresik, perusahaan atau pabrik ‎pengolahan milik PT Freeport Indonesia telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada 309 pekerja. Masalah ini berujung pada tersendatnya operasional Freeport Indonesia dan berdampak besar dengan di rumahkannya sebanyak 30 ribu orang.

‎Ketua PUK Serikat Pekerja Logam FSPMI, Zaenal Arifin mengungkapkan, total pegawai yang bekerja di Smelting Gresik sebanyak 500 orang. Dari jumlah tersebut, pegawai yang melakukan mogok kerja mencapai 309 orang karena terkena PHK, sedangkan sisanya tidak ikut mogok kerja yang merupakan serikat independen.

"‎Dari laporan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) pada pertengahan Februari, perusahaan melaporkan PHK terhadap 309 pegawainya. Itu artinya termasuk kami yang di sini yang melakukan mogok kerja di-PHK secara sepihak," tegas dia saat ditemui ‎di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Dia menyebut, PHK atas 309 pegawai ‎Smelting secara sepihak karena faktanya, tidak semua pegawai menerima surat PHK. Sebagian justru hanya menerima Surat Peringatan (SP). Zainal menambahkan, pegawai yang mogok tersebut merupakan pekerja operasional mulai dari proses bongkar muat sampai dengan finishing.

"Begitu kami mogok ‎selama 47 hari sejak 19 Januari sampai sekarang, pabrik stop produksi, sehingga 40 persen produksi Freeport tidak bisa terserap di tempat kami," Zainal menegaskan.

Zainal me‎ngatakan, permasalahan berawal di April 201/ dengan adanya tindakan diskriminasi yakni menaikkan gaji pekerja sebesar 5 persen, sedangkan di level manajerial penyesuaian gaji mencapai 170 persen. Hal ini jelas-jelas melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ke-8 yang dimulai 28 November 2016-6 Januari 2017.

"Hal ini menimbulkan kekecewaan bagi kami," ucapnya.

Hingga berakhirnya perundingan PKB ke-8 pada 6 Januari, pengusaha dan serikat pekerja belum mencapai kesepakatan dan menemui jalan buntu. Kemudian serikat pekerja diwakili PUK SPL FSPMI Smelting melayangkan surat pemberitahuan mogok kerja kepada perusahaan pada 9 Januari 2017.

"Mulai 19 Januari, kami mogok kerja di lingkungan perusahaan. Itupun dihalang-halangi manajemen Smelting dengan melarang kami maasuk. Tapi kami mogok kerja di luar perusahaan dengan pengamanan ketat dari perusahaan hingga menerjunkan 700 orang polisi," jelas Zainal.

‎Sementara itu, Wakil Sekretaris PUK Serikat Pekerja Logam FSPMI, M. Ibnu Shobir mengungkapkan, pekerja yang mogok atau di PHK secara sepihak ini sudah tidak mendapat gaji selama sebulan di Februari. Apalagi pesangon kalau memang perusahaan melakukan PHK.

"Sejak Februari, gaji kami belum dibayar. Kalau pesangon kan belum, karena ini saja belum jelas," ujar dia.

Ibnu meminta, Presiden Direktur Smelting menemui serikat pekerja dan melakukan musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Pihaknya menuntut dihapuskannya perlakuan diskriminatif sehingga operasional perusahaan bisa berjalan normal kembali.

"Mogok kerja dan PHK sepihak oleh Smelting menyebabkan perusahaan berhenti beroperasi. Akhirnya konsentrat Freeport menumpuk, Freeport pun berhenti beroperasi karena Smelting sekarang hanya mampu beroperasi 20 persen dengan karyawan baru yang direkrut dan yang masih bekerja di sana," terangnya.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), kondisi ini berdampak pada pengurangan pegawai oleh Freeport Indonesia. "Sebanyak 30 ribu buruh dan 238 ribu buruh turunnya di rumahkan. 238 ribu buruh itu turunannya semacam sub kontraktor," tandas Said.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya