Tolak Perpanjangan Kontrak JICT, Ribuan Buruh Pelabuhan Akan Demo

Aksi mogok ini dalam rangka menolak langkah pemegang saham JICT untuk memperpanjang kontrak ke Hutchison Port Holdings (HPH).

oleh Nurmayanti diperbarui 08 Mei 2017, 14:51 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2017, 14:51 WIB
Aktivitas Bongkar Muat di JICT Tanjung Priok
Sebuah Kapal container bersandar di pelabuhan JICT, Jakarta Utara, Rabu (25/3/2015).Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ribuan buruh pelabuhan dari Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) berencana ikut dalam aksi mogok pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) yang akan berlangsung pada 15-20 Mei 2017.

Aksi mogok ini dalam rangka menolak langkah pemegang saham JICT untuk memperpanjang kontrak ke Hutchison Port Holdings (HPH).

"Pemerintah harus meninjau ulang perpanjangan kontrak tersebut karena hasil investigasi Panitia Khusus Angket DPR RI tentang Pelindo II menyatakan perpanjangan JICT harus batal," ujar Sekretaris Jenderal Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI), Nova Sofyan Hakim, dalam keterangannya, Senin (8/5/2017).

Dia mengatakan, sesuai dengan hasil audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK Nomor 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 yang menemukan bahwa perpanjangan JICT berlangsung tanpa persetujuan pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan (Menhub).

Menurut laporan BPK, negara juga rugi US$ 50 juta atau sekitar Rp 650 miliar akibat tidak optimalnya uang muka perpanjangan Hutchison. Selain itu, saham Pelindo II belum mayoritas (51 persen) sebagaimana dipersyaratkan Menteri BUMN jika ingin melakukan perpanjangan kontrak JICT.

Hutchison pun diuntungkan dengan membeli murah JICT sebesar US$ 215 juta dan Koja senilai US$ 50 juta tanpa valuasi yang notabene memiliki pangsa pasar 70 persen di Tanjung Priok.

Padahal, Pelabuhan Priok adalah captive market dan 90 persen barang masuk Indonesia untuk dipakai di dalam negeri. Melihat pada ini, keberadaan Hutchison dinilai tak mempenngaruhi pasar di Priok.

Perpanjangan JICT dinilai tidak memberi nilai tambah bagi negara, Pelindo II, dan pekerja. Terbukti Hutchison membayar uang sewa perpanjangan kontrak lewat pendapatan perusahaan dan memotong hak karyawan bukan dari uang Hutchison sebagai investor.

"Pekerja JICT tidak anti investasi asing. Namun jika perpanjangan kontrak yang cacat hukum ini diteruskan, maka akan menjadi preseden buruk penegakan hukum terhadap investasi di Indonesia," kata dia.
 
Jika tidak diperpanjang dengan Hutchison, Pelindo II dinilai akan memperoleh pendapatan lebih dari JICT yang dapat digunakan untuk merelaksasi keuangan perseroan.

Namun apabila tetap diperpanjang, sebaiknya saham asing dibatasi dengan proses valuasi dan lelang yang transparan. "Contoh Pelabuhan Tanjung Pelepas, Malaysia Saham Maersk Line dibatasi hanya 30 persen dan West Port, Malaysia (Saham Hutchison dibatasi hanya 30 persen," dia menjelaskan.



Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya