Liputan6.com, Jakarta Badan Kepegawaian Nasional (BKN) mewacanakan agar guru dan bidan tidak perlu berstatus pegawai negeri sipil (PNS), tapi sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal ini perlu dikaji lebih mendalam supaya mendapat respons baik dan disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Guru berstatus PPPK baru wacana. Masih ngetes opini, belum ada kebijakan. Ngetes PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Mau mendengar responsnya," kata Kepala BKN, Bima Haria Wibisana, saat dihubungi melalui pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
Baca Juga
Lebih jauh Bima menjelaskan, BKN harus menjalankan tes kebijakan (policy test) sebagai sebuah standar umum dalam pembuatan kebijakan. Sebab, jika tidak dilakukan tes kebijakan, dikhawatirkan akan merepotkan presiden.
"Dites biar terjadi diskursus dan tidak terjadi gejolak yang besar. Kalau tidak dites, lalu dikeluarkan kebijakannya, ternyata ada penolakan besar, maka akan merepotkan Presiden, seperti kebijakan sekolah lima hari. Busway dulu, policy test-nya sekitar dua tahun sebelum diimplementasikan," jelasnya.
Bima beralasan, wacana guru dan bidan tidak perlu berstatus PNS, tapi sebagai PPPK bukan tanpa alasan. Salah satu pertimbangannya banyak guru dan bidan yang mengajukan mutasi ke daerah lain setelah diangkat menjadi CPNS atau PNS.
"Memang berat sih mengajar di tempat terpencil kalau bukan orang lokal dan tidak ada passion," ia menegaskan.
Menurutnya, perlakuan pemerintah terhadap PNS dan PPPK tidak terlalu berbeda jauh. Bedanya hanya pada kontrak yang diteken supaya guru dan bidan komitmen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
"Sama (PNS dan PPPK). Bedanya cuma ada kontrak dan kontraknya dinilai berdasarkan kinerja. PPPK di daerah terpencil juga pasti akan mendapatkan tunjangan, seperti tunjangan kemahalan," Bima menuturkan.
Advertisement
Tonton video menarik berikut ini: