Pemerintah Diminta Selektif Memajaki e-Commerce

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan, aturan terkait pajak e-commerce akan keluar pekan ini.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 09 Okt 2017, 11:04 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2017, 11:04 WIB
Ilustrasi E-commerce
Ilustrasi E-commerce (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jendral Pajak akan mengeluarkan aturan perihal perpajakan bagi para pelaku bisnis e-commerce dalam waktu dekat. Aturan ini dibuat demi menciptakan level of playing field bagi pelaku industri di Indonesia, lebih spesifik terkait perpajakan.

Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, pemerintah harus selektif dan berhati-hati dalam menentukan pihak mana saja yang wajib membayar pajak.

"Mengingat e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh, maka akan lebih baik Pemerintah lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (9/10/2017).

Bagi Yustinus, Dirjen Pajak perlu mengidentifikasi dan klasifikasi secara jelas, terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada. Pelaku start up seyogianya mendapat perlakuan berbeda (insentif), agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak dapat berkontribusi maksimal bagi negara.

Dia mengusulkan, terkait pungutan pajak ini, pemerintah dapat fokus pada registrasi, yaitu dalam hal pendataan dan pendaftaran para pelaku, menjadi pelaku wajib pajak melalui representative office yang ada. Sementara untuk pelaku luar negeri dan/atau menjadi pengusaha kena pajak.

"Domain kewenangan ada di Kominfo, namun sebaiknya tidak masuk ke ranah pajak. Saat registrasi mereka sekaligus ditetapkan sebagai wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak sesuai kondisi," usul Yustinus.

Dia juga menggarisbawahi, memaksakan menjadi BUT tanpa mengubah UU PPh seyogianya tidak dilakukan demi kredibilitas Pemerintah. Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan equal playing field dengan kebijakan yang menjamin perlakuan setara. "Maka koordinasi Kominfo dan DJP menjadi sangat penting," tegasnya.

Terlepas dari hal itu, menurutnya, bisnis e-commerce adalah fenomena cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis dan perekonomian Indonesia. Maka pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan agar memberi kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen.

Maka upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce, menurut dia, layak diapresiasi. Lebih dari itu, aturan ini diharapkan mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif.

"Maka rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, memberi insentif yang tepat – sangat dibutuhkan," tutup dia.

Tonton Video Pilihan Ini:

Pemerintah Bedakan Tarif PPN untuk e-Commerce

Pemerintah akan memberi perlakuan berbeda untuk pajak e-commerce. Khususnya, untuk tarif pajak pertambahan nilai (PPN).

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan, aturan terkait pajak e-commerce akan keluar pekan depan.

"Tarifnya ada perubahan, ya untuk online tarifnya beda itu aja. PPN-nya," kata dia di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Sayangnya, Ken belum menerangkan secara rinci terkait tarif tersebut. Dia meminta untuk menunggu aturan tersebut dirilis. "Nanti tinggal persetujuan dulu, minggu depanlah keluar, kok," ujar Ken.

Tarif PPN tersebut akan menyenangkan semua pihak. "Yang pasti menyenangkan, mudah-mudahan bisa menyenangkan semua pihak," ujar dia.

Lebih lanjut, Ken mengatakan, ketentuan tersebut nantinya akan berlaku pada semua pelaku bisnis e-commerce. "Hampir semua kena, yang berhubungan dengan tata cara pembelian online ya semuanya harus tunduk pada aturan itu," tandas dia.

Sebelumnya, Head of Tax, Infrastructure, and Cyber Security Division Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga mengatakan, ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pajak pada pelaku bisnis online.

"Kemarin kan wacana dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mau diubah dari self assessment menjadi official, sehingga para penjual itu bisa dikenakan pajaknya," kata dia kepada Liputan6.com.

Menurutnya, itu akan membutuhkan waktu yang lama karena mengubah ketentuan yang berlaku saat ini dalam bentuk self assessment. "Tapi saya rasa kalau itu diubah itu akan mengubah undang-undang, dan itu akan membutuhkan waktu cukup lama," ungkap dia.

Catatan selanjutnya, kata dia, perlunya kesetaraan antarpemain bisnis online. Skema pajak tersebut juga mesti menyentuh pemain bisnis online luar negeri.

"Kedua, kalau kita bicara e-commerce marketplace harus ada level playing field antara lokal dan luar. Karena pasar kita sekarang banyak dinikmati pangsa luar yang belum memberikan kontribusi apa-apa," ujar dia.

Terlepas dari itu, dia mengimbau supaya pemerintah mendorong edukasi sehingga pelaku usaha rutin melaporkan pajak mereka. Kemudian, pemerintah juga perlu menjelaskan keuntungan daripada membayar pajak kepada pelaku usaha.

"Apakah mereka mengajukan KUR lebih mudah untuk modal usaha, atau apa pun itu, kalau literasi berhasil dengan baik, akan ada tahap selanjutnya. Baru bicara tarif ideal seperti apa," tukas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya