Dorong Investasi Hulu Migas, ESDM Revisi PP 35 Tahun 2004

Perbaikan dari PP 35 Tahun 2004 diantaranya adalah komitmen pasti yang dijanjikan perusahaan pencari migas dapat dialihkan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Jan 2018, 18:49 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2018, 18:49 WIB
Kesempatan Pengusaha Daerah Ikut Bisnis Hulu Migas Makin Luas
SKK Migas telah memberikan kesempatan kepada perusahaan daerah untuk ikut terlibat dalam penyediaan barang dan jasa di industri hulu migas.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya membuat iklim investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) menarik. Salah satu caranya adalah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, saat ini rancangan perbaikan‎ PP ini sudah diselesaikan. Prosesberikutnya menunggu pembahasan pada tingkat Kementerian.

"Saat ini sudah di Sekretaris Negara, menunggu dibahas level Menteri," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/1/2018).

Arcandra mengungkapkan, perbaikan dari PP 35 Tahun 2004 diantaranya adalah komitmen pasti (firm commitment) yang dijanjikan perusahaan pencari migas atau Kontraktor Kontrak kerjasama (KKKS) dapat dialihkah ke satu blok atau wilayah kerja migas ‎eksplorasi lainnya, jika kegiatan eksporasi pada blok migas yang pertama menemui Kendala.

Hal ini bisa dilakukan, dengan catatan dilakukan oleh KKKS yang sama atau afiliasinya. Dengan begitu kegiatan eksplorasi bisa tetap berjalan.

‎"Begini, di wilayah kerja satu komitmennya tiga well untuk drilling. Somehow enggak bisa dilakukan drilling tiga well. Maka dia boleh pindahkan tiga well itu ke lapangan kedua yg masih berafiliasi dengan company yang sama," jelas Arcandra.

Arcandra berharap, dengan mekanisme tersebut, kegiatan eksplorasi dapat men‎emukan cadangan migas yang lebih baik.

‎"Kan lebih baik itu dimanfaatkan untuk kegiatan hulu migas juga di lapangan lain, yang memberi kesempatan lapangan tersebut punya data yang lebih, sehingga kemungkinan untuk mendapatkan minyak atau gas bisa lebih baik," tutur Arcandra.

Arcandra melanjutkan, ‎perbaikan berikutnya adalah pemanfaatan perlatan ekplorasi migas, kontraktor pengguna peralatan pertama dapat mengalihkan perlatan ke kontraktor lain, dengan catatan telah membayar kewajiban ke negara.

"Di PP ini kita atur, boleh nggak barang itu ditransfer ke wilayah lain untuk digunakan kembali. Poin itu masuk. Nanti kalau mau dipakai di tempat lain, dibayar dulu import duty-nya," tutup Arcandra.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Izin Investasi Pembangkit Listrik Lambat, Jokowi Jengkel

Rapat Kabinet Bahas Bela Negara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Wapres Jusuf Kalla bersiap memimpin rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/7). Dalam rapat terbatas tersebut membahas tentang Pemantapan Program Bela Negara. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku jengkel dengan lambatnya proses perizinan investasi di dalam negeri, khususnya untuk proyek pembangkit listrik. Menurut dia, lambatnya proses perizinan tersebut membuat investor enggan berinvestasi pembangkit listrik di Indonesia.

"Saya tanya lagi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), rata-rata berapa hari sih dibutuhkan investasi? Investor untuk memproses perizinan baik di pusat maupun di daerah Jakarta. Ini data yang saya terima untuk pembangkit listrik, ini saya jengkel urusan listrik," ujar dia saat membuka Rapat Kerja Pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/1/2018).

Untuk pembangkit listrik yang dibangun oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP), sebenarnya sudah bisa 19 hari di tingkat pusat. Namun untuk perizinan di daerahnya masih butuh waktu lebih dari 700 hari.

"Yang IPP, di pusat setiap hari saya marahi, saya injak, sekarang bisa 19 hari. Di daerah mohon maaf, masih 775 hari. Sekarang kita blak-blakan sama kita buka semuanya. Artinya ada problem di daerah," kata dia.

Lamanya proses perizinan tersebut, lanjut Jokowi, membuat investor yang tadinya sangat ingin investasi di Indonesia, membatalkan niatnya. Hal ini menjadi sebuah kerugian besar bagi Indonesia.

"Ini karena berbondong-bondong orang di depan pintu ingin investasi, tapi banyak yang balik badan gara-gara urusan perizinan," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya