Pemerintah Bakal Rilis Paket Kebijakan Ekonomi Baru, Apa Isinya?

Pemerintah berencana kembali menerbitkan paket kebijakan ekonomi jilid 16, yakni mengatur tata niaga ekspor-impor.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Jan 2018, 19:45 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2018, 19:45 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana kembali menerbitkan paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan tersebut terkait dengan tata niaga ekspor-impor.

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady mengatakan, sebenarnya paket kebijakan terkait tata niaga ekspor-impor tersebut sudah lama ingin diterbitkan.

"Pak Darmin dan Pak Presiden sangat ngotot urusan tata niaga ekspor-impor. Mungkin menjadi menjadi paket kebijakan ekonomi 16. Itu kan utang kita sejak lama," ujar dia di Kantor Apindo, Jakarta, Senin (29/1/2018).

Salah satu yang menjadi sorotan dalam paket tersebut, lanjut Edy, yaitu menghilangkan rekomendasi untuk impor bahan baku kebutuhan industri. Selama ini untuk mengimpor bahan baku tertentu, perlu adanya rekomendasi dari kementerian terkait.

"Yang kita hilangkan rekomendasi. Pokoknya untuk kegiatan industri harus kita permudah. Jadi sistemnya pengawasan post border. Tapi kalau untuk barang konsumsi harus ada pra-edar, kaya punya BPOM ada ML, MD, tapi berlakunya tidak diskriminatif," kata dia.

Dengan adanya paket kebijakan ekonomi ini, kata Edy, diharapkan kebutuhan bahan baku industrinya bisa terpenuhi tepat waktu. Dengan demikian, industri bisa tumbuh lebih baik dan mendorong produknya untuk ekspor.

"Pokoknya kalau bahan baku tidak boleh diganggu, supaya cepat. Apalagi untuk tujuan ekspor seperti KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekpor)," tandas dia.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

Ini Paket Kebijakan Besar yang Bakal Dirilis Pemerintah pada 2018

Pemerintah terus berkoordinasi menuntaskan dua kebijakan besar di 2018. Pertama, penyederhanaan jumlah impor barang yang dilarang atau larangan terbatas (lartas) dan kedua, integrasi perizinan investasi di pusat dan daerah dengan satu sistem bernama single submission.

"Kita akan menyelesaikan (kebijakan) lartas. Mungkin dalam seminggu ini selesai," Menteri Koordinator Bdang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Jumat (5/1/2018).

Kebijakan ini diambil pemerintah untuk menyederhanakan peraturan yang menghambat ekspor dan perdagangan. Ada 23 regulasi tata niaga yang menjadi ketentuan lartas impor dan ekspor yang terbit dalam masa Paket Kebijakan Ekonomi (PKE), baik yang tidak terkoordinasi dengan Satgas Deregulasi maupun yang sifatnya melengkapi pelaksanaan PKE.

Selanjutnya, ada 12 peraturan yang merupakan lartas baru, di mana 9 di antaranya belum sesuai dengan arahan PKE. Juga ada 11 peraturan lartas bukan dalam rangka PKE, 5 di antaranya bersifat restriktif.

Saat ini, posisi lartas di Indonesia sebesar 51 persen dari 10.826 pos tarif Harmonized System (HS) barang impor yang tata niaganya diatur oleh 15 Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai ketentuan lartas.

Sebagai pembanding, rata-rata negara ASEAN memiliki ketentuan lartas hanya sebesar 17 persen. Kebijakan kedua, Darmin bilang, single submission. Sebelum integrasi perizinan di satu gedung tersebut, K/L sudah harus membentuk satuan tugas (satgas) yang akan mengawal jalannya proses perizinan dari awal hingga akhir.

"Februari ini Satgas sudah harus seattle. Lalu April 2018 sudah mulai single submission. Ini kita masih terus berunding gedungnya di mana, yang pasti di Jakarta," terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya