Liputan6.com, Jakarta - Aturan penerapan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ramah lingkungan terus digencarkan pemerintah. Salah satunya dengan mendorong penggunaan BBM standar Euro 4, agar kualitas udara lebih sehat.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito menyatakan berdasarkan pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), beberapa kota besar di Indonesia memiliki kualitas udara yang sudah melampaui ambang batas baku mutu udara yang sehat.
Jakarta misalnya, per Januari 2017-Januari 2018, kualitas udaranya mencapai 35 ug per m3, sudah melampaui standar WHO 25 ug per m3.
Advertisement
Baca Juga
"Penyebab utamanya adalah gas buang kendaraan bermotor dengan mesin yang menggunakan BBM berkualitas rendah," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (25/3/2018).
Karena itu, lanjut Adiatma, menjelang pelaksanaan beberapa event internasional seperti Asian Games pada Agustus 2018 dan pertemuan IMF-Wold Bank pada Oktober 2018, pemerintah mensyaratkan penggunaan BBM standar Euro 4 mulai Mei 2018 di Jabodetabek, Palembang, Surabaya, Yogyakarta, Banyuwangi, Bali, dan Labuan Bajo.
Adiatma mengatakan, Indonesia sudah memiliki undang-undang yang mengatur tentang penggunaan BBM standar lingkungan, yakni Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2017. Permen ini sudah berlaku sejak 10 Maret 2017 untuk kendaraan tipe baru dan 10 Juli 2018 untuk kendaraan yang sedang diproduksi.
"Dengan Permen ini, maka bahan bakar minyak yang tidak memenuhi standar (Euro 4) akan segera dihapus," tandas dia.
Pertamina Rugi Rp 3,9 Triliun Imbas Harga BBM Tak Naik
PT Pertamina (Persero) menanggung kerugian sebesar Rp 3,9 triliun pada Januari-Februari 2018. Ini akibat menjual harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi yang harganya tidak disesuaikan pergerakan minyak dunia.
Direktur Pemasaran PT Pertamina M Iskandar mengatakan, Premium dan Solar subsidi yang ditetapkan sejak April 2016 sampai saat ini mengacu pada harga minyak dunia pada kisaran US$ 44 per barel, Sedangkan harga minyak dunia sudah berada di level US$ 60 per barel.
Pertamina menanggung kerugian lantaran tidak disesuaikan harga Premium dan Solar subsidi. Iskandar menyatakan, kerugian yang ditanggung Pertamina atas penyaluran Premium dan Solar subsidi tanpa ada penyesuaian harga mencapai Rp 3,9 triliun.
"Kerugian biaya sampai Februari kita bicara 2018 secara formula potensial loss Januari - Februari Rp 3,9 triliun," kata Iskandar, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, pada 19 Maret 2018.
Iskandar mengungkapkan, kerugian tersebut sudah termasuk penyaluran Premium di luar wilayah penugasan atau Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Sedangkan jika hanya di wilayah penugasan luar Jamali, kerugian mencapai Rp 3,49 triliun.
"Ini dari penugasan Premium dan Solar Subsidi Rp 3,49 triliun. Hanya 2 bulan saja Rp 3,49 triliun kalau tambah Premium Jamali Rp 3,9 triliun, " ujar dia.
Iskandar menuturkan, kerugian Pertamina diperkirakan dapat mencapai Rp 24 triliun. Kondisi itu terjadi jika harga Premium dan Solar bersubsidi tidak disesuaikan sampai akhir tahun dengan kondisi harga minyak dunia tidak bergerak dari level US$ 60 per barel,
"Sampai Desember tidak ada penurunan harga crude. Kalau tambah Lebaran 5-7 persen karena masa satgas, sekitar Rp 24 triliun kurang lebih," ujar dia.
Advertisement