Hadapi Era Industri 4.0, Pengusaha Tekstil Keluhkan Persoalan Ini

Pengusaha tekstil dan garmen mengeluhkan beberapa masalah yang dihadapi dalam memasuki era industri 4.0

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Apr 2018, 19:22 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2018, 19:22 WIB
Melihat Teknologi Industri Modern di Indonesia Industrial Summit 2018
Sebuah robot dari produk teknologi industri ditampilkan dalam pameran Indonesia Industrial Summit 2018 di JCC, Jakarta, Rabu (4/4). Pameran tersebut merupakan pameran teknologi di bidang industri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menetapkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sebagai salah satu dari lima sektor prioritas program Industri 4.0 bersama industri makanan dan minuman, otomotif, elektronika, dan kimia. TPT dinilai perlu memiliki peta jalan yang jelas untuk bisa memanfaatkan teknologi demi mengoptimalkan bisnisnya.

Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovian G Ismy mengatakan, upaya yang dilakukan pemerintah untuk membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi revolusi industri ke-4 atau industri 4.0 dinilai baik. Akan tetapi, pemerintah juga harus perlu melihat dari segmentasi pasar.

 

"Kalau di tekstil sih kita sudah lama lah yak. Karena di industri tekstil dan garmen ya perkembangan teknologi setiap tahun, kita harus peka karena kalau tidak, kan sekarang semua berubah nih dunia berubah, ekonomi berubah, politik berubah, bisnis berubah bahkan perilaku konsumen juga berubah yang takutnya cuma satu pasar," kata Ernovian dalam Kongkow Bisnis PASFM 9,24 Membedah Revolusi Industri 4.0, di Ibis Hotel Harmoni, Jakarta, Rabu, (11/4/2018).

Secara produksi, kata Ernovian memang tengah siap. Akan tetapi yang dikhawatirkan adalah bagaimana pendistribusiannya ke depan. "Produksi kita jelas ya sudah canggih kita sudah pake sekarang, ngomong distribusinya ini terintegrasi, tersistem enggak? Nah ini kalau bisa jadi benar-benar harus satu jalan produksi sudah bagus distribusi juga bagus," kata dia.

"Yang kita lakukan kalau pemerintah sudah lakukan revolusi industri ini tolong siapkan pasarnya. Jangan mesin sudah canggih tapi mau dijual ke mana. Nah ini yang harus dipersiapkan," tambahnya. 

  

Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber : Merdeka.com

Usia Tenaga Kerja Kurang Dari 18 Tahun

20151013-Aktivitas Pekerja Tekstil Garmen-Jakarta
Pekerja mencoba memasangkan hasil produksi pada sebuah patung,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Persoalan lain, sambungnya, adalah bagaimana kebanyakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di industri tekstil dan garmen itu rata-rata adalah berpendidikan SMA dan SMK. Artinya rata-rata usia mereka belum mencapai dari 18 tahun. Sementara, aturan ILO memperbolehkan batas minimal usia kerja adalah 18 tahun.

"Kan ada aturan dari ILO itu minimal umur 18 tahun. Nah sementara anak anak SMA SMK itu ada yang 16 sudah lulus. Begitu lulus terus dia ngapain suruh nganggur? Mau kerja juga enggak diterima. Harusnya pemerintah tuh yang kita minta sudah empat tahun lalu bahwa aturan ILO itu untuk tenaga kerja itu umur 15 tahun. Ini kita sudah minta tapi sampai sekarang belum ada kabarnya," terang Ernovian.

Dengan begitu, dirinya pun meminta kepada pemerintah untuk mempersiapkan program berbasis pelatihan. Agar mendorong SDM yang saat ini ada mampu berdaya saing global.

"Nah ini yang kita latih biar mereka bisa mengikuti perkembangan teknologi. Jangan sampai kita punya mesin masa yang mengoperasikan malah orang asing, seharusnya orang kita. Di sini kita minta pemerintah dukung untuk pendidikan advokasi," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya