Liputan6.com, Jakarta - Lembaga keuangan Morgan Stanley merilis riset terbaru mengenai ekonomi Indonesia. Dalam laporan itu menyebutkan, ekonomi Indonesia akan pulih secara bertahap meski produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I 2018 turun.
Riset berjudul "Export Moderation plus Improving Domestic Demand Puts 1Q2018 at 5,1%" yang disusun oleh ekonom Deyi Tan dan Zac Su menyebutkan, PDB Indonesia pada kuartal I 2018 bergerak turun seiring moderat ekspor.
Hal itu mengakibatkan permintaan domestik meningkat. Namun, PDB 5,1 persen ini tak sesuai dengan perkiraan Morgan Stanley. Bahkan sedikit di bawah harapan konsensus 5,2 persen secara year on year (YoY).
Advertisement
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,06 persen di kuartal I-2018 (year on year). Capaian ini lebih tinggi dibanding kuartal I-2017 yang sebesar 5,01 persen.
Baca Juga
"Secara keseluruhan, dari sisi permintaan, permintaan domestik terus menunjukkan peningkatan lebih lanjut dan memberikan kontribusi 5,9 persen ke basis pertumbuhannya," tertulis pada riset Morgan Stanley, seperti dikutip pada Rabu (9/5/2018).
Di sisi ekternal, ekspor termoderasi menjadi 6,2 persen YoY dibandingkan kuartal IV 2017 sebesar 8,5 persen. Sementara impor meningkat ke 12,7 persen YoY ketimbang kuartal IV 2017 sebesar 11,8 persen YoY.
"Akibatnya, permintaan eksternal bersih memangkas basis pertumbuhannya sebesar minus 1,1 persen ketimbang kuartal IV 2017 minus 0,06 persen. Sedangkan selisih perhitungan statis juga memberikan kontribusi 0,3 persen kepada basis pertumbuhannya", seperti ditulis dari riset Morgan Stanley.
Sementara dari segi penawaran, momentum sekto tersier sedikit menurun. Sementara pertumbuhan sektor primer pulih dan sektor sekunder tetap stabil. Secara khusus, momentum sektor primer meningkat menjadi 2,2 persen YoY karena baik pertanian yang tumbuh 3,1 persen YoY maupun penambangan dan penggalian masing-masing 0,7 persen dan 0,1 persen mengalami pertumbuhan lebih baik.
Sementara itu, sektor sekunder tetap stabil dengan momentum manufaktur stabil. Selain itu, momentum konstruksi meningkat. Secara khusus, layanan sub-segmen yang mengalami moderasi antara lain sub-segmen informasi dan komunikasi, real estate, layanan bisnis, administrasi publik, pendidikan dan layanan kesehatan.
Morgan Stanley melihat risiko penurunan terhadap pertumbuhan PDB 2018-2019 mencapai 5,4 persen atau 5,5 persen. Meski, Morgan Stanley tetap melihat Indonesia akan mengalami pemulihan ekonomi secara bertahap.
Tiga Faktor Ini Bakal Topang Ekonomi RI Versi Morgan Stanley
Morgan Stanley menyatakan ada sejumlah faktor yang mendukung pemulihan ekonomi Indonesia secara bertahap. Pertama, pertumbuhan ekspor Indonesia merupakan salah satu terkuat di kawasan pada 2018.
"Kami mengharapkan kondisi global tetap mendukung siklus ekspor Indonesia pada 2018 yang selanjutnya akan meningkatkan utilitas kapasitas yang mengarah pada peningkatan belanja modal dan peluang kerja," seperti dikutip dari riset itu.
Oleh karena itu, belanja modal sektor swasta tampaknya meningkat karena terlihat pada akselerasi dalam belanja nonkonstruksi sejak semester II 2017. Selanjutnya Indonesia yang meningkatkan daya saing di segmen nonkomoditas juga akan membantu belanja modal di sektor itu.
Kedua, Indonesia memasuki pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Juni 2018 dan pemilihan presiden pada April 2019. Secara historis, menjelang pemilihan, kebijakan fiskal cenderung lebih longgar dan ketika petahana tetap mengajukan pemilihan maka konsumsi pribadi meningkat.
"Kami berharap untuk melihat pola serupa menjelang pemilihan ini karena dilihat dari siklus pemilihan umum. Pembuat kebijakan fokus pada bantuan sosial dan infrastruktur yang akan membantu hasilkan efek multiflier yang lebih tinggi dan juga sektor swasta terutama permintaan domestik meningkat," tulis laporan tersebut.
Ketiga, makro ekonomi stabil dan membaik menurut Morgan Stanley dapat membuat ekonomi Indonesia mampu hadapi dampak imbal hasil surat berharga Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun naik menjadi tiga persen.
Morgan Stanley melihat kestabilan makro ekonomi itu ditunjukkan dari inflasi terkendali, perbedaan bunga rill yang lebih baik, dan defisit transaksi berjalan lebih sempit, serta cadangan devisa lebih baik ketimbang 2013. Ini dapat menekan risiko kenaikan suku bunga tidak teratur yang dapat sebabkan perlambatan akibat permintaan domestik.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement