Ekonom: Rupiah Terus Tertekan, BI Bisa Dongkrak Suku Bunga

Ekonom menilai Bank Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan cadangan devisa saja tetapi juga bisa dengan cara menaikkan suku bunga.

oleh Bawono Yadika diperbarui 08 Mei 2018, 12:03 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2018, 12:03 WIB
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Sudah Masuk Level Undervalued
Teller menukarkan mata uang dolar ke rupiah di Jakarta, Jumat (2/2). Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berada di level Rp13.700 hingga Rp13.800.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah. Bahkan rupiah tembus posisi 14.036 per dolar AS pada Selasa pagi (8/5/2018). Melihat posisi rupiah tertekan,  ada sejumlah pekerjaan rumah yang dilakukan pemerintah untuk jaga kestabilan rupiah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai banyak yang mesti dilakukan pemerintah terkait pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, terutama dalam menjaga fundamental ekonomi.

"Pemerintah disarankan untuk memperkuat kinerja ekonomi domestik. Pulihkan kepercayaan investor, jaga stabilitas harga baik bahan bakar minyak (BBM), listrik maupun harga pangan jelang Ramadan sehingga konsumsi rumah tangga yang berperan 56 persen terhadap PDB bisa pulih," tutur dia kepada Liputan6.com.

Ia menambahkan, pengusaha memiliki utang luar negeri diharapkan melakukan lindung nilai (hedging). "Perusahaan yang bersiap membagikan dividen perlu mempersiapkan pasokan dolar untuk memitigasi ke depannya kurs dolar semakin mahal," tambah Bhima.

Tak hanya itu, Bhima juga mengungkapkan Bank Indonesia (BI) tidak bisa secara terus-menerus bergantung pada cadangan devisa (Cadev) yang ada. Mengingat hal ini justru hanya akan membahayakan ekonomi  Indonesia ke depan.

"Bank Indonesia tidak bisa andalkan cadev sebagai satu-satunya instrumen untuk stabilitas nilai tukar. Jika kondisi mendesak BI bisa naikkan suku bunga acuan 25-50 basis point (bps). Karena kalau terus menerus cadev berkurang bisa berbahaya bagi perekonomian," ujar dia.

Bhima menilai, hal tersebut disebabkan Indonesia merupakan salah satu negara yang terendah dalam rasio cadev di Asia Tenggara. 

"Di Asia Tenggara misalnya rasio cadev terhadap PDB Indonesia salah satu yang terendah yakni 14 persen. Filipina saja sudah 28 persen, dan Thailand 58 persen. Cadev menentukan kekuatan moneter suatu negara," ujar Bhima.

Sementara itu, Direktur Utama Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPN), Ratih Rachmawati menilai pelemahan nilai tukar tidak cukup berdampak besar bagi perusahaan.

"Kebetulan bank kami bukan bank devisa, karena bukan bank devisa tentu saya rasa hal ini tidak ada pengaruhnya ya dengan BTPN sebagai industri perbankan,” kata Ratih.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah tipis ke posisi 14.004 dari penutupan kemarin 14.001.

Pada Selasa siang nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.004-14.043 per dolar AS. Dolar Amerika Serikat terhadap rupiah dari awal tahun 2018 sudah menguat 3,29 persen. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah berada di posisi 14.036 per dolar AS pada 8 Mei 2018 dari posisi kemarin 13.956. Rupiah tertekan 3,64 persen dari awal 2018 di posisi 13.542 per dolar AS pada 2 Januari 2018 menjadi 14.036 per dolar AS pada Selasa 8 Mei 2018.

 

Kata Sri Mulyani soal Rupiah Tembus 14.000 per Dolar AS

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Sudah Masuk Level Undervalued
Teller menghitung mata uang dolar di Jakarta, Jumat (2/2). Deputi Gubernur BI Senior Mirza Adityaswara mengatakan, bahkan sebelum fluktuasi yang terjadi beberapa hari ini, rupiah sudah undervalue. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD) terus merosot beberapa waktu belakangan. Bahkan pada perdagangan Senin kemarin 7 Mei 2018, rupiah sempat tembus sekitar Rp 14.003 per USD.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, di tengah situasi pelemahan rupiah yang terus terjadi, pemerintah bersama Bank Indonesia akan berupaya menjaga kondisi ekonomi dalam keadaan stabil.

"Kita akan terus bersama sama Bank Indonesia dan seluruh kementerian akan menjaga kinerja dan fondasi Indonesia," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin malaM 7 Mei 2018.

Sri Mulyani menjelaskan, pelemahan rupiah terjadi karena sentimen pasar menyikapi berbagai kebijakan Amerika Serikat. Termasuk kenaikan suku bunga acuan Negeri Paman Sam tersebut.

"Dalam situasi di mana pasar saat ini sedang melakukan penyesuaian karena adanya pertama perubahan di dalam kebijakan pemerintah Amerika setiap data dan kenaikan suku bunga yang terjadi di Amerika Serikat pasti menunjukkan dampak di seluruh dunia," jelasnya.

"Maka dalam situasi seperti ini kita akan terus menjaga perekonomian Indonesia, fondasi kita perkuat kinerja kita perbaiki sehingga apa yang disebut sentimen market itu relatif bisa netral terhadap Indonesia," dia menambahkan.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, dari sisi pengelolaan fiskal, defisit Indonesia masih terus terjaga. Sementara dari sisi pembayaran dan ekspor Indonesia masih memiliki kinerja yang baik.

"Saya ingin tegaskan bahwa pengelolaan dari sisi fiskal kita, defisit tetap terjaga. Dari sisi neraca pembayaran kita tetap bagus, ekspor kita memiliki pertumbuhan yang cukup baik dan juga pertumbuhan ekonomi kita juga cukup bagus inflansi kita rendah," ujar dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya