Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengevaluasi penggunaan barang dalam negeri pada sektor minyak dan gas ( migas ). Hal ini untuk menjawab dugaan belum optimalnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor tersebut.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengakui, ada beberapa barang yang diimpor meski barang tersebut diproduksi di dalam negeri. Dia pun memastikan akan mengevaluasi hal tersebut.
"Beberapa kasus ada impor, katanya padahal barangnya di Indonesia. Ini saya cek, project-nya masuk nggak," kata Arcandra, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Advertisement
Arcandra menuturkan, jika dari 2016 sampai 2018 penggunaan barang dalam negeri sektor migas terus meningkat. Pada 2016, besarannya mencapai 55 persen, kemudian pada 2017 sebesar 58 persen dan 2018 sebesar 64 persen.
"‎Dari curva kita, 2016 – 2018 naik selalu penggunaan TKDN nya. Curva kita, 2016 55 persen, 2017 58 persen, 2018 sudah 64 persen. Jadi kita naik terus," papar dia.
Arcandra‎ mengungkapkan, sektor migas akan terus meningkatkan penggunaan barang dalam negeri, dengan menyesuaikan spesifikasi yang dibutuhkan dan harga yang jauh lebih murah dibanding barang impor. Penggunaan barang dalam negeri akan menciptakan dampak berganda, seperti menciptakan lapangan kerja dan menghemat devisa.
"Bagaimana caranya kalau ada produksi untuk migas ya, pipa dalam negeri yang spec nya masuk, harga kompetitif ini untuk digunakan di dalam negeri. Kenapa? Disatu sisi, kalau kita impor, rupiah tertekan, kalau dalam negeri maka kita bisa jaga devisa. Ini juga nanti ada multiplier effect. Ini bener bener yang diproduksi dalam negeri," tandasnya.
Sektor Minyak dan Gas Masih Enggan Serap Produk Lokal
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai sektor minyak dan gas bumi (migas) belum optimal menggunakan barang dalam negeri. Sebab itu Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor ini perlu ditingkatkan kembali.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, penggunaan barang dalam negeri pada sektor migas harus ditingkatkan bila mengacu pada ketentuan.
"Ya harus diperkuat TKDN nya terutama di sektor migas karena ada berbagai ketentuan, nanti di migas lah. Intinya sehingga implementasi dari TKDN ini kurang optimal," kata Oke, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Oke mengungkapkan, penyebab sektor migas belum optimal menggunakan barang dalam negeri, karena ada daftar barang yang tidak diwajibkan terkena pungutan bea masuk. Sehingga produk impor lebih menjadi pilihan ketimbang barang dalam negeri.
"Karena ada ketentuan yang kalau tidak salah dia masuk di master list, sehingga tidak dikenakan kewajibannya. Karena pungutannya tidak ada dan sebagainya," tutur dia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Haris Munandar menambahkan, penggunaan barang dalam negeri negeri belum optimal, karena tidak ada harmonisasi peraturan dari instansi yang terlibat dalam penetapan ketentuan impor.
"Ya itu ada yang menghambat, katakanlah Bea Cukai, di lapangan aturannya ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan), ada Peraturan Dirjen Bea Cukai. Ini belum harmonis," tandasnya.
Advertisement