Perhatian Industri Bank Terhadap Praktik Tata Kelola Perusahaan Menurun

Industri bank hadapi persoalan yang tidak ringan terkait maraknya praktik kecurangan yang gerogoti bank umum.

oleh Merdeka.com diperbarui 31 Jul 2018, 15:45 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2018, 15:45 WIB
Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta - Penerapan praktik tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) dilakukan industri perbankan masih berada dalam kisaran nilai yang baik. Ini berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), dalam 10 tahun sejak 2007,.

Ketua Riset LPPI, Lando Simatupang mengungkapkan, rata-rata nilai GCG industri perbankan adalah 2,02. Nilai tersebut didapat dari 90 bank yang telah mengirimkan laporan CGC self assessment. Namun, dalam perjalanannya nilai tersebut menurut dia berfluktuasi.

Dalam riset LPPI pertama kali pada 2006 lalu, nilai rata-rata GCG industri perbankan berada di kisaran 1, yang berarti sangat baik. Namun setelah setahun diterapkan, nilai GCG perbankan terlihat memburuk.

"Malah setelah sepanjang 2008-2010 penerapan GCG perbankan terlihat ada perbaikan, peringkatnya kembali memburuk dan mencapai puncaknya pada 2015," kata Lando saat Seminar dan Sosialisasi Hasil Riset GCG, di Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Jika ditengok ke belakang, sepanjang 2011-2015 industri perbankan memang menghadapi persoalan yang tidak ringan terkait maraknya praktik kecurangan (fraund) yang menggerogoti bank umum.

Lando menuturkan, dalam hal ini bank diwajibkan untuk mengisi penilaian GCG dengan metode self assessment pada 11 aspek yang sudah ditetapkan oleh otoritas. Isian tersebut  akan menghasilkan nilai 1 sampai 5, yang mana makin tinggi angga tersebut berarti semakin buruk penerapan GCG di bank tersebut.

Dengan nilai rata-rata di kisaran 2, secara tidak langsung industri perbankan di Indonesia mengungkapkan manajemen mereka telah menerapkan GCG yang secara umum dinilai baik.

Namun, apabila terdapat kelemahan dalam penerimaan prinsip GCG, maka secara umum kelemahan tersebut dinilai oleh perbankan kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajeman.

"Riset LPPI ini untuk melihat konsistensi pengelola dalam melakukan self asessment. Untuk yang pertama menggunakan statistik deskriptif, dan yang kedua memakai uji akar unit root test. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 100 bank, dari tahun 2007-2017," ujar dia.

"Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata GCG industri perbankan nasional adalah 2,05. Nilai tersebut masuk ke dalam peringkat komposit baik," tambah dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Jumlah Bank Berdampak Sistemik Bertambah Jadi 15

Ilustrasi Bank Dunia
Ilustrasi Bank Dunia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Sebelumnya, kinerja sektor perbankan nasional terus membaik. Pertumbuhan kredit melonjak dan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) terus terjaga. Sedangkan untuk jumlah bank sistemik bertambah. 

Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, OJK mencatat perbaikan di Industri keuangan. Hal ini tampak dari membaiknya pertumbuhan kredit.

Maret 2018, tercatat pertumbuh kredit sebesar 8,54 persen (yoy). Angka tersebut lebih baik dibandingkan Februari lalu, yang sebesar 8,22 persen (yoy).

"Untuk DPK sedikit menurun, bulan lalu, 8,44 persen yoy, sekarang (Maret 2018), 7,66 persen. Ini juga sangat fluktuatif. Trennya selalu meningkat," ungkapnya usai Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Bank Indonesia, Jakarta, Senin 30 April 2018.

Selain itu, rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) juga mengalami perbaikan. NPL pada Februari 2018 adalah 2,88 persen sedangkan pada Maret 2018 NPL turun ke 2,75 persen.

"Kita harapkan terus-menerus turun karena proses konsolidasi dan restrukturisasi kredit di industri perbankan akan semakin baik," ujarnya.

OJK juga mencatat ada penambahan jumlah bank sistemik. Jika pada September 2017 lalu terdapat 11 bank sistemik, maka pada April 2018 jumlah tersebut menjadi 15 bank.

"Kita update setiap 6 bulan April dan September. Sebelumnya ada 11 bank sekarang 15 bank. Kenaikan ini karena dari indikator yang ada, mengalami kenaikan di antaranya size, interconektiveness. Ini juga sudah dididikusikan dengan BI," kata dia.

"Nanti ada yang namanya capital surcharge dan penerapannya secara gradual, kalau kita lihat dengan surcharge yang ada ini tidak akan mengganggu permodalannya. Kedua, bank sistemik itu harus membuat recovery plan," tandas Wimboh.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya