Rasio Kredit Bermasalah Perbankan Turun

Pada periode sebelumnya seperti 2015-2016 angka kredit bermasalah industri perbankan cukup tinggi.

oleh Merdeka.com diperbarui 28 Mei 2018, 15:50 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2018, 15:50 WIB
Suku Bank Bank
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan risiko kredit yang ditunjukkan dengan non-performing loan (NPL) mengalami penurunan.

"Risiko kredit yang ditunjukkan oleh NPL perbankan tercatat 2,79 persen. Ini trennya sudah menurun dibanding periode tahun lalu di atas 3 persen," kata Wimboh, di Gedung Kementerian Keuangan RI, Senin (28/5/2018).

Wimboh mengungkapkan, pada periode-periode sebelumnya, seperti 2015-2016, angka kredit bermasalah cukup tinggi.

Tingginya NPL, lanjutnya, disebabkan beberapa harga komoditas yang mengalami penurunan. "Memang NPL meningkat, ini terkait penurunan harga komoditas di beberapa sektor," ujarnya.

Dia menyatakan bahwa NPL kali ini menurun sebab perbankan sudah melakukan restrukturisasi. "Kita sudah minta perbankan melakukan restrukturisasi kreditnya," Wimboh menjelaskan.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Kredit Perbankan Diprediksi Tumbuh 11,5 Persen di 2018

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, memprediksi pertumbuhan kredit pada 2018 akan bergerak di kisaran 11,0 hingga 11,5 persen.

"Laju pertumbuhan kredit pada 2018 diperkirakan tidak akan mengalami lonjakan signifikan, yaitu di sekitar 11,0 sampai 11,5 persen," ungkapnya pada 24 April 2018.

Dia mengatakan, meskipun suku bunga pinjaman sudah cukup rendah, turun 43 bps selama enam bulan terakhir, pertumbuhan kredit belum menampakkan kenaikan. Setelah hanya tumbuh sekitar 8 persen pada tahun lalu, kredit perbankan sampai Februari tahun ini hanya tumbuh 8,3 persen.

"Pada Februari, suku bunga simpanan tertahan di level 6,26 persen dan suku bunga pinjaman di level 11,24 persen," kata Faisal.

Tantangan bagi pertumbuhan kredit tidak lain karena masih tingginya NPL (non-performing loan) atau rasio kredit macet khususnya pada sektor pertambangan (6,20 persen), akomodasi dan makanan minuman (5,64 persen), konstruksi (5,1 persen), serta perdagangan ritel (4,45 persen).

Tak hanya itu. Penyaluran kredit perbankan juga terkendala oleh terbatasnya permintaan kredit dan terbatasnya dana yang dapat dialokasikan untuk pemberian kredit (loanable fund), terutama pada bank-bank kecil.

Karena itu, kata Faisal, pertumbuhan kredit diperkirakan cukup besar di kelompok bank BUKU IV dan III yang memiliki pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) dan loanable fund yang cukup tinggi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya