Tantangan Sektor Keuangan Terapkan GCG di Era Digital

OJK menyebutkan sejumlah tantangan yang harus dihadapi industri sektor keuangan untuk terapkan GCG di era digital.

oleh Merdeka.com diperbarui 31 Jul 2018, 19:20 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2018, 19:20 WIB
20160830-Pameran-Indonesia-Fintech-Festival-&-Conference-2016-Tangerang-FF
Pengunjung saat mengunjungi pameran di Indonesia Fintech Festival & Conference 2016 di Tangerang, Selasa (30/8). Fintech merupakan industri jasa keuangan berbasis teknologi digital. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Hidayat mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi industri sektor keuangan di era transformasi digital, untuk menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporte Governance/GCG).

Ahmad mengatakan, dalam implementasi GCG di sektor jasa keuangan, pertama harus membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya kuat dan berintegritas, namun juga agile dan adaptif terhadap disruptive innovation atau inovasi.

"Pemimpin yang harus berubah dengan cepat, proaktif, jika ingin tetap berada sebagai the head of the market," kata Ahmad saat ditemui di Jakarta, Selasa (31/7/2018). Di dalam satu organisasi, kata dia, perlu membangun generasi baru pemimpin yang digital-ready leaders dengan tetap menerapkan GCG.

Lebih dari itu, pemimpin organisasi juga harus mampu membentuk budaya agar seluruh karyawan bergerak bersama beradaptasi dalam revolusi industri 4.0. Ahmad mengatakan, di era revolusi industri 4.0 juga tak lepas dari IT governance.

Sebab teknologi informasi menjadi tulang punggungnya. "Kami perlu menekankan hal ini karena dimungkinkan ada perusahaan yang kurang memberikan perhatian serius pada sisi teknologi informasi," imbuh dia.

Saat ini, kata Ahmad teknologi bukan sebagai sebuah prioritas lagi, namun menjadi kebutuhan dalam menjaga kelangsungan bisnis yang tidak lagi bisa ditawar. Pemimpin organisasi membutuhkan mentalitas perbaikan terus-menerus serta responsif terhadap lingkungan yang dinamis. 

"Strategi teknologi informasi harus sejalan dengan strategi bisnis organisasi. IT Governance mengawal prinsip GCG yang penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan spesifik organisasi," kata Ahmad.

Di sisi lain, yang perlu diperhatikan kata dia adalah melihat kembali governance process apakah sudah beradaptasi dengan perubahan proses bisnis dan model bisnis yang terus berubah. "Proses dan mekanisme pengambilan keputusan perlu di tata ulang," ujar dia.

Kemudian, perhatian selanjutnya dari sisi assurance, baik yang dilakukan oleh audit internal maupun OJK. Menurut Ahmad, cara pandang dan pendekatan audit yang dilakukan memerlukan adaptasi terhadap dinamika yang ada.

Hal ini akan berdampak tidak hanya pada jenis dan model audit yang dilaksanakan, namun juga membutuhkan kemampuan dan metodologi tersendiri.

"Pemikiran kritis, komunikasi, kolaborasi, persuasi, etika profesional, dan memahami audit adalah skills utama audit di era transformasi digital yang seharusnya dimiliki oleh para penyedia asuransi," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

OJK Bakal Atur Perusahaan Fintech

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam langkah sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana untuk mengatur perusahaan financial technology (fintech). Aturan tersebut akan menjadi penyeimbang di tengah perkembangan industri fintech di Indonesia yang tengah berkembang pesat.

"Fintech di Indonesia berkembang sangat pesat dan itu tentunya sebagai regulator dari OJK kita mencoba menyeimbangkan antara pertumbuhan fintech dengan keamanan investasi di fintech," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida saat ditemui di Hotel Daharmawangsa, Jakarta, Selasa 31 Juli 2018.

Secara prospek, pertumbuhan fintech di Indonesia memang cukup bagus. Sebab fintech sendiri didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sehingga daerah-daerah terpencil juga dapat terjangkau dari teknologi tersebut.

"Dengan adanya struktur tersebut kita harapkan fintech bisa meningkatkan inklusi finansial di Indonesia dan akan berujung kesejahteraan masyarakat. Karena banyak nanti masyarakat Indonesia yang punya akses ke finansial sistem yang ada di Indonesia," jelasnya.

Meski demikian, saat ditanya mengenai aturan tersebut dirinya tidak menjelaskan secara detail aturan yang dimaksudkan. Dirinya justru melihat adanya beberapa hambatan dalam mengembangkan fintech.

Salah satu hambatan tersebut adalah masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang produk-produk finansial.

"Kalau kita lihat dari situ bahwa perkembangan (fintech) ini punya potensi yang besar tapi challengejuga ada dan itu adalah hal yang kita coba address dari situ," pungkas Nurhaida.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya