Liputan6.com, Jakarta Impor migas pada September 2018 turun USD 0,77 miliar atau sekitar 25 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Pada September, impor migas tercatat USD 2,28 miliar dari sebelumnya USD 3,05 miliar di Agustus 2018.
"Nilai impor September 2018 mencapai USD 14,60 miliar, turun sebesar 13,18 persen dibanding Agustus 2018. Secara yoy mengalami peningkatan 14,18 persen. Kalau kita pisahkan migas dan nonmigas, keduanya mengalami penurunan pada September. Untuk yang migas mengalami penurunan 25,20 persen dari USD 3,05 miliar menjadi USD 2,28 miliar," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Senin (15/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Yunita mengatakan, untuk sektor migas selain penurunan nilai juga terjadi penurunan volume sebesar 26,71 persen.
Masing-masing minyak mentah, minyak hasil dan gas mengalami penurunan volume sebesar 30,01 persen, 26 persen dan 18,60 persen.
"Minyak mentah itu turun 31,90 persen. Volumenya juga turun 30,01 persen. Nilai hasil minyak turun juga 23,06 persen. Sedangkan volumenya turun 26 persen. Nilai gas turun 14,30 persen, volumenya 18,60 persen. Jadi ada pengaruh kenaikan rata-rata harga agregat," jelasnya.
Sementara itu, impor menurut penggunaan barang konsumsi pada September 2018 ini dibandingkan dengan Agustus 2018 atau month to month (mtm) juga mengalami penurunan 14,97 persen. Konsumsi pada September 2018 sebesar USD 1,32 miliar.
"Penurunan terbesar itu untuk beras dari Tiongkok dan Pakistan, kedua untuk frozen buffalo and beef dari India juga mengalami penurunan. Untuk AC Thailand mesin juga mengalami penurunan, fresh grapes dari Tiongkok juga mengalami penurunan, dan whole milk powder dari New Zealand," jelas dia.
"Untuk bahan baku penolong, secara mtm juga mengalami penurunan 13,53 persen yaitu sebesar USD 10,92 miliar. Yang mengalami penurunan terbesar antara lain emas dari Jepang dan Hongkong, Soybean milk dari Argentina, mainboard dari Tiongkok, raw sugar dari Thailand juga turun," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
RI Catat Surplus USD 227 Juta pada September 2018
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mencatatkan neraca perdagangan surplus USD 227 juta pada September 2018 dibandingkan neraca perdagangan bulan sebelumnya.
Angka ini disumbang oleh ekspor sebesar USD 14,83 miliar dan impor sebesar USD 14,60 miliar. Hal itu disampaikan Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti.
"Neraca perdagangan September Surplus USD 0,23 miliar atau USD 227 juta. Migas defisit dan nonmigas surplus. Jadi kalau migas September defisit USD 1,070 juta sedangkan nonmigas surplus USD 1.297,4 juta," ujarnya di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (15/10/2018).
Baca Juga
Sementara kondisi Januari hingga September 2018 total defisit 2018 sebesar US 3,78 miliar. Untuk migas, defisit USD 9,375 juta baik minyak mentah maupun hasil minyak defisit sementara gassurplus. Sedangkan, nonmigas surplus USD 5.593,6 juta untuk periode Januari hingga September 2018.
"Yang pernah mengalami defisit pada Januari hingga September itu tahun 2014 sebesar USD 1,67 miliar USD dan 2013 sebesar USD 1,30 miliar," kata Yunita.
Negara yang mengalami surplus neraca perdagangan tertinggi pada September adalah India dan AS. Total surplus Januari hingga September dari India USD 6.437 juta, untuk September sendiri sebesar USD 895 juta. Sedangkan ke AS Januari hingga September 2018 itu surplus USD 6.341 juta.
"Memang kalau dibanding 2017 yang ke AS surplus nya mengalami penurunan. Kalau 2017 surplusnya tinggi yaitu USD 7.166 juta. Selanjutnya, yang lain yang surplus itu ke Belanda sebesar USD 2.030 juta. Naik dari 2017 yang sebesar USD 2.313 juta," ujar dia.
Yunita melanjutkan, defisit perdagangan terbesar terjadi dengan Tiongkok, yang dalam periode Januari hingga September 2018 defisit sebesar 13.964 juta USD. Untuk, Thailand Indonesia juga defisit USD 3,816 juta, Australia defisit USD 2.119 juta. "Kalau ke Australia defisitnya mengecil, tapi Thailand dan Tiongkok membesar," kata dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement