Liputan6.com, Jakarta Kendati neraca perdagangan masih defisit, pemerintah mengaku cukup senang dengan data yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Pertumbuhan industri non migas menunjukkan tren positif, yakni surplus sekitar USD 630 juta.
Selain itu, defisit neraca perdagangan bulan Agustus 2018 juga telah terpangkas 50 persen dari Juli.
Padahal, menurut Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika, pemerintah belum secara efektif menerapkan kebijakan yang dikeluarkan untuk memperbaiki neraca perdagangan.
Advertisement
Kebijakan mengganti solar murni dengan Biodesel 20 atau B20, salah satu kebijakan yang telah lama diusulkan, baru diimplementasikan secara penuh akhir September ini.
Erani Yustika yakin, neraca perdagangan Indonesia masih bisa membaik pada akhir tahun ini.
"Saya masih optimis bahwa sampai akhir tahun neraca perdagangan kita ini, meskipun tentu tidak setinggi tahun 2017, masih bisa surplus. Kita punya waktu empat bulan," ujar dia.
Dengan pertumbuhan di beberapa sektor ditambah dengan kebijakan yang telah dirancang oleh pemerintah untuk memperbaiki neraca perdagangan, Erani merasa target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen bisa dicapai.
Berdasarkan hasil kalkulasi pemerintah, surplus neraca perdagangan seharusnya mencapai USD 4 miliar. Namun, kalkulasi ini didasarkan pada perhitungan bahwa neraca perdagangan akan netral di Agustus.
Pada kenyataannya, neraca perdagangan masih defisit sebesar USD 1,02 miliar per Agustus. Namun, pemerintah berharap surplus neraca perdagangan bisa mencapai angka sekitar USD 2 miliar-USD 3 miliar.
"Kalau kita bisa mempertahankan apa yang sudah dicapai di semester 1, terus perbaikan di government expenditure, itu mengapa 5,2 optimis bisa tercapai," tambah Erani. (Felicia Margaretha)
Strategi Pemerintah Tekan Defisit lewat Misi Dagang
Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya menekan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) RI. Selain melalui pameran dagang, Kemendag juga melakukan beberapa misi dagang dengan negara lain.
"Misi dagang Indonesia 2018 dalam waktu dekat ini ada 5 negara yaitu dengan Swiss pada tanggal 2-3 Oktober, Spanyol di 4-6 Oktober, Shanghai China 5-10 November, Jeddah Saudi Arabia 28 November-2 Desember, dan terakhir Mesir di 03-04 Desember 2018," tutur Direktur Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Arlinda di Jakarta, Rabu (19/9/2018).
Arlinda menuturkan, pada misi dagang kali ini, Indonesia berusaha membidik pasar-pasar konvensional. Adapun pasar utama RI dalam misi dagang ialah China, Jepang, Amerika Serikat (AS), India dan juga Singapura.
Baca Juga
"Sesuai arahan dari Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Mendag, Indonesia coba memasuki pasar di luar pasar utama. Sehingga fokus utama kita kali ini pada pasar konvensional," ujar dia.
Arlinda menuturkan, selain pasar Asia, Indonesia juga mempertimbangkan prospek peningkatan transaksi ekspor pada cakupan pasar uni eropa (EU).
"Untuk pasar konvensional di Asia Selatan ini ada India, Srilanka, dan juga Bangladesh. Kemarin saat kita melakukan misi dagang dengan Bangladesh ini transaksi dagang bisa mencapai USD 290 juta," kata dia.
"Selain itu, juga ada Spanyol dan Swish. Kenapa Spanyol? Karena Spanyol ini member dari EU. Meski ekspor kita nggak banyak ke Spanyol, tapi mereka punya pengaruh menggaungkan produk Indonesia di wilayah Eropa, makanya kita misi dagang kesitu," tambah dia.
Sementara itu, untuk misi dagang Jeddah Saudi Arabia, Kemendag akan menggenjot kegiatan ekspor RI melalui pangsa pasar Haji. "Untuk Jeddah, kita ingin gapai market orang-orang kita yang naik haji. Jadi harus lebih fokus memperkenalkan produk kita," kata dia.
Â
Â
Advertisement