Kementerian KKP Bantah Ekspor Kepiting Anjlok 81 Persen

Kementerian KKP menyampaikan data bahwa ekspor kepiting tidak anjlok seperti adanya kabar yang beredar.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Nov 2018, 10:01 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2018, 10:01 WIB
Menteri Susi dan Sejumlah Pemerhati Laut Resmikan Pandu Laut Nusantara
Menteri KKP, Susi Pudjiastuti saat meresmikan 'Pandu Laut Nusantara', Jakarta, Minggu (15/7). Susi mengatakan, gerakan ini akan membuat semacam jambore, pendidikan berenang, menyelam, merawat, menjaga, dan mencintai laut. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membantah kabar yang menyebut ekspor kepiting anjlok sampai 81 persen dan merugikan devisi negara. Sebaliknya justru volume dan nilai ekspor kepiting serta rajungan tumbuh selama 5 tahun terakhir.

Berdasarkan Data BPS (2018) tercatat rata-rata volume ekspor kepiting rajungan periode 2012 – 2017 tumbuh 0,67 persen per tahun, sedangkan nilai ekspor tumbuh 6,06 persen per tahun.

"Jadi tidak benar kalau ada yang bilang ekspor kepiting anjlok 81 persen dan negara kehilangan devisa sebesar USD 0,0552 miliar per tahun," tegas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakti dalam keterangannya, seperti dikutip Sabtu (17/11/2018).

Slamet juga meluruskan anggapan keliru mengenai pemberlakuan Permen KP No. 56 tahun 2016 tentang penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan. Menurutnya, Permen tersebut diperlukan karena adanya eksploitasi besar terhadap kepiting, alhasil populasi kepiting baik jumlah maupun ukuran menurut sejak 1990.

Hal ini terlihat dari eksportir Jakarta, Bali, dan Surabaya yang kesulitan menangkap ukuran di atas 1 kg. Penangkapan kepiting pun banyak berasal dari alam, bukan budidaya. Kementerian KKP menilai kondisi fully-exploited (eksploitasi penuh) hingga over-exploited (eksploitasi berlebih) menumbuhkan masalah baru. 

"Kondisi inilah yang melatarbelakangi terbitnya Permen KP No. 56 tahun 2016, jadi anggapan bahwa pemerintah sengaja mematikan usaha kerapu masyarakat itu tidak benar," ujar Slamet.

Slamet menjelaskan bahwa pengaturan pemanfaatan sumber daya kepiting diperlukan karena hingga saat ini keberhasilan pembenihan kepiting dan rajungan menunjukkan tingkat kelulushidupan/survival rate (SR) masih rendah yaitu masing-masing untuk kepiting 10–20 persen dan rajungan 25–30 persen. Sedangkan ditingkat pembesaran SR untuk kepiting dan rajungan sebesar 30–35 persen.

Kondisi itulah, menurut Kementerian KKP, yang membuat Permen KP diperlukan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam melalui pemanfaatan sumber daya kepiting yang lebih terukur, bertanggungjawab, dan sejalan dengan prinsip perikanan berkelanjutan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sudah Ada Teknologi yang Disediakan

Panen rajungan budidaya tambak kerjama BBAP Takalar
Panen rajungan budidaya tambak kerjama BBAP Takalar. Dok: Kementerian KKP

Saat ini teknologi pembenihan kepiting dikembangkan di empat balai budidaya KKP diMaros, Takalar, Gondol, dan Jepara. Balai tersebut terus melakukan diseminasi teknologinya ke masyarakat.  BBPBAP Jepara dan BPBAP Takalar telah berhasil melakukan pembenihan kepiting rajungan secara massal, dan saat ini telah berhasil dikembangkan di masyarakat Kabupaten Demak, Jepara, Tarakan, Balikpapan,Belitung, Pangkalan Susu, dan Bangka.

Kerjasama juga telah dilakukan, antara lain dengan menggandeng Asosiasi PengelolaanRajungan Indonesia (APRI) yang beranggotakan 16 perusahaan rajungan. BBPBAP Jepara dan APRI telah berhasil melakukan panen massal kepiting rajungan di Jepara sebesar 250 kg (dengan ukuran panen 100 gram/ekor) dan di Kalimantan Utara kerjasamadilakukan dengan Koperasi Mina Laut panen sebanyak 300 kg.

"Semua upaya ini telah mendapat apresiasi tinggi dari para pengusaha.Selain untuk kepentingan pengembangan usaha budidaya, Balai KKP juga mendorong produksi benih kepiting dan rajungan untuk kepentingan restocking di alam, dengan tujuan untuk menjaga kelestarian stok di alam. Jadi kalau ada anggapan bahwa teknologinya tidak disebarkan ke masyarakat, tentu itu keliru," ucapnya.

Sebagai informasi, terkait pengembangan potensi perikanan budidaya, data KKP menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2013 –2017) produksi perikanan budidaya nasional tumbuh rata-rata per tahun sebesar 6,69 persen.

Tahun 2017 volume produksi akuakultur tercatat sebesar 17.217.701 ton atau naik sebesar 7,59 persen dibanding tahun 2016.Sementara itu, pemanfaatan lahan budidaya dalam kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2012-2016) juga tumbuh rata-rata per tahun sebesar 1,94 persen. Tahun 2016 total lahan yang telah dimanfaatkan mencapai 1.198.855 hektare.

"Kita perlu bicara berdasarkan data dan data yang ada menunjukkan perikanan budidayaterus berkembang dengan memanfaatkan potensi yang ada," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya