Industri Kelapa Sawit Masih Berjuang Lawan Kampanye Hitam

Kampanye hitam yang selama ini digunakan untuk menyerang industri sawit belum terbukti secara pasti kebenarannya.

oleh Septian Deny diperbarui 28 Nov 2018, 20:35 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2018, 20:35 WIB
20160304-Kelapa Sawit-istock
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Industri sawit dinilai memainkan peran penting dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals /SDGs). Selain itu, sebagai komoditas ekspor, sektor ini juga membantu mengurangi defisit neraca perdagangan.

‎Peneliti Pusat Litbang Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) Chairil Anwar Siregar mengatakan, meski telah berkontribusi terhadap ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, selama ini industri sawit dalam negeri terus bertahan dari kampanye negatif salah satunya terkait isu lingkungan.

Padahal, kampanye hitam yang selama ini digunakan untuk menyerang industri sawit belum terbukti secara pasti kebenarannya.

"Kampanye soal lingkungan seharus mengarah pada edukasi positif agar berdampak bagi perbaikan lingkungan. Dalam hal ini, industri sawit telah memiliki komitmen dan konsisten melakukan perbaikan dalam segala aspek termasuk lingkungan," ujar dia di Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Dia mencontohkan, terkait emisi hutan dan perkebunan sawit sebenarnya bisa dikomparasi. Hutan alam umumnya mempunyai biomass 400 ton dan menghasilkan karbon 200 ton per ha. Sementara itu, perkebunan sawit umur 10 tahun hanya menghasllkan biomas sebesar 100 ton per ha.

“Secara kasat hutan alam menghasilkan karbon lebih besar namun statis. Sementara itu, CPO yang dikeluarkan perkebunan sawit mampu menghasilkan karbon 30 ton per ha per tahun. Jika dikalikan 10 tahun saja, maka dihasilkan 300 ton. Kalau dijumlahkan karbon yang dihasilkan kebun sawit sama nilainya dengan hutan alam yang masih bagus," jelas dia.

 

Harus Ditangani Pemerintah

20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Sementara itu, ‎Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, k‎ampanye hitam di industri sawit harus cepat ditangani pemerintah. Hal ini agar dampaknya tidak meluas terhadap neraca perdagangan dan investasi luar negeri.

"Apalagi, Indonesia terus mengalami defisit perdagangan sejak beberapa tahun terakhir. Pembiaran terhadap maraknya kampanye hitam bisa mengakibatkan nasib sawit akan seperti komoditas rempah-rempah yang sekarang hanya kita dengar cerita kejayaannya saja," ungkap dia.

Dalam perdagangan global, lanjut Bhima, persoalan hambatan dagang dan kampanye hitam terhadap CPO dapat dipetakan ke dalam beberapa isu. Di Amerika Serikat isu dumping dan persaingan biofuel lebih mendominasi. Sementara itu, di Uni Eropa, sawit dihadang persoalan lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Perlu lobi intensif agar persoalan itu, tidak dipolitisir menjadi kampanye hitam." tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya