Pengusaha Sawit Minta Pemerintah Utamakan Ekspor ketimbang Program Biodiesel

Angka ekspor CPO bakal semakin merosot jika program B50 benar-benar diterapkan. Dalam pertemuan di Malaysia, pengusaha sawit cemas jika program biodiesel bisa mengacaukan harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana Diperbarui 06 Mar 2025, 21:10 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2025, 21:10 WIB
Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha sawit yang terkumpul dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendorong pemerintah untuk lebih mengutamakan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, ketimbang program biodiesel untuk transisi energi.

Ketua Umum GAPKI Eddy Martono menyampaikan, angka ekspor sawit dan produk turunannya seperti minyak sawit terus mengalami penurunan. Apalagi, pemerintah sekarang sudah menetapkan program biodiesel 40 persen atau B40.

"Produksi kita stagnan, ekspor kita juga turun. Yang memang jadi anehnya di sini, walaupun ekspor turun, tapi harga masih tinggi," ujar Eddy dalam sesi temu media di Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Eddy pun khawatir, angka ekspor CPO bakal semakin merosot jika program B50 benar-benar diterapkan. Dalam pertemuan di Malaysia, ia bilang para pengusaha sawit cemas jika program biodiesel tersebut bisa mengacaukan harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit.

Khususnya bagi pemasukan negara di Indonesia. Lantaran, Eddy percaya, pemerintah bakal lebih memilih mengorbankan kuota ekspor ketimbang mengurangi konsumsi minyak goreng, untuk pemakaian CPO di program biodiesel.

"Kalau sementara itu tidak digenjot di produksi kita, pasti akan menemui masalah. Ekspor akan dikurangi, karena konsumsi tidak mungkin dikurangi," sebut dia.

Menurut dia, usulan ini bukan didasar atas kecemasan pengusaha yang pendapatannya turun akibat ekspor melemah, tapi lebih kepada pemasukan negara yang berkurang. Lantaran CPO diklaim memiliki sumbangsih besar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

"Apa yang kita sampaikan kepada pemerintah, sebenarnya kita tuh menyampaikan mana yang sebenarnya lebih menguntungkan untuk negara. Kenapa tidak dipikirkan yang lebih penting kita utamakan ekspor Indonesia. Ini bukan untuk kepentingan perusahaan, ini untuk kepentingan NKRI," ucapnya.

 

Promosi 1

Target B50 di 2026

Tandan buah segar di pabrik pengolahan kelapa sawit (Foto: PT Austindo Nusantara Jaya Tbk/ANJT)
Tandan buah segar di pabrik pengolahan kelapa sawit (Foto: PT Austindo Nusantara Jaya Tbk/ANJT)... Selengkapnya

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia target bisa mencapai program biodiesel 50 persen, atau B50 pada 2026 mendatang. Sehingga negara tak lagi perlu melakukan impor BBM jenis Solar pada tahun tersebut.

Bahlil menyampaikan, Kementerian ESDM telah selesai melakukan rapat internal. Hasil rapat memutuskan, program B40 resmi mulai dilaksanakan per 1 Januari 2025.

Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM, yang memastikan produk biodiesel terdiri dari campuran bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit sebesar 40 persen, dengan 60 persen BBM solar.

"Kita sudah memutuskan dari Kementerian ESDM tentang peningkatan daripada B35 ke B40. Hari ini kita umumkan, bahwa berlaku per 1 Januari 2025. Dimana B35 itu menghasilkan kurang lebih sekitar 12,98 juta KL. Ini meningkat menjadi 15,6 juta KL," terang Bahlil beberapa waktu lalu.

 

Regulasi untuk Perbaiki Kadar Air

Ilustrasi pekerja pemanen sawit.
Ilustrasi pekerja pemanen sawit. (Liputan6.com/M Syukur)... Selengkapnya

Tak berhenti di situ, Kementerian ESDM kini tengah menyusun regulasi agar kadar air yang tertempel dalam produk biodiesel betul-betul bisa diperbaiki. Namun, Bahlil mencatat masih adanya PR dari sektor transportasi. Khususnya transportasi laut, guna meningkatkan spesifikasi kapal agar kadar airnya betul-betul bisa seminimal mungkin.

"Kalau ini kita lakukan baik, maka kami Insya Allah di 2026 atas arahan bapak Presiden Prabowo, kita sudah harus mendorong ke B50. Jadi implementasi dari B40 di 2025, sambil mempersiapkan implementasi B50 di 2026," imbuh Bahlil.

Menurut dia, program B50 di 2026 sejalan dengan arahan Prabowo guna mencapai ketahanan energi. Terlebih dengan mencapai target itu, negara diklaim tak perlu lagi melakukan impor solar.

"Kalau ini yang kita lakukan, maka impor kita terhadap solar, Insya Allah dipastikan sudah tidak ada lagi di tahun 2026," ujar Bahlil.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya