Bos Airnav: Kita BUMN yang Tidak Ambil Keuntungan

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan, Airnav memiliki visi untuk menjadi penyedia layanan navigasi udara.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Feb 2019, 15:24 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2019, 15:24 WIB
AirNav Indonesia membangun Menara Air Traffic Controller (Menara ATC) baru di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS), Balikpapan.
AirNav Indonesia membangun Menara Air Traffic Controller (Menara ATC) baru di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS), Balikpapan.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Airnav Indonesia Novie Riyanto R mengatakan perusahaannya sedikit berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain. Airnav merupakan BUMN yang mengutamakan pemberian layanan terbaik untuk penerbangan Indonesia dari pada mencari keuntungan.

Dia menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan, Airnav memiliki visi untuk menjadi penyedia layanan navigasi udara yang aman dan nyaman sesuai dengan standar internasional.

"Seperti yang diketahui kita adalah BUMN, tapi BUMN yang berbeda dari yang lain karena tidak mencari keuntungan. Tapi harus melayani," Kata Novie di acara Media Gathering 2019 di Padang, Sumatera Barat, Rabu (20/2/2019).

Sesuai dengan aturan tersebut, ada 5 yang harus dilakukan oleh Airnav Indonesia. Di antaranya, memberikan pelayanan lalu lintas udara, memberikan telekomunikasi, memberikan informasi navigasi penerbangan kepada pilot, memberikan informasi mengenai meteorologi penerbangan, dan memberikan pelayanan pencarian dan penyelamatan (search and rescue/SAR).

Meski tidak mencari keuntungan, namun bukan berarti Airnav sama sekali tidak menghasilkan keuntungan. Keuntungan yang didapat perusahaan melalui penjualan tiket.

"Penumpang ini kan bayar tiket, nah dari harga tiket itu kan ada pembagian perusahaan penerbangan, dan lain-lain. Lalu 1,5 persen dari ongkos pesawat ini juga masuk ke Airnav," jelas dia.

Selain itu, keuntungan yang didapat Airnav juga berasal dari ongkos pesawat yang melewati Indonesia atau over flying. Dia menyebutkan, jika ada pesawat internasional yang melintas di Indonesia akan dikenakan tarif.

"Misalnya pesawat dari China mau ke Australia itu harus melintas di Indonesia. Maka ada ongkosnya. Walaupun pesawat itu tidak mendarat di Indonesia, namun kami tetap melayani seperti penerbangan biasanya," tandasnya.

 

Reporter: Azzura

Sumber: Merdeka.com

Airnav Sepakat Tunda Kenaikan Tarif Layanan Navigasi Penerbangan

Konferensi Pers AirNav Indonesia di Padang. Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Konferensi Pers AirNav Indonesia di Padang. Liputan6.com/Ilyas Istianur P

AirNav Indonesia bersama Kementerian Perhubungan dan Indonesia National Air Carrier Association (INACA) bersepakat untuk menunda kenaikan tarif jasa layanan navigasi penerbangan.

Kebijakan ini disepakati dalam rangka memberikan ruang kepada maskapai penerbangan untuk meningkatkan efisiensi untuk kemudian bisa menurunkan harga tiketnya.

"Sebenarnya soal tarif itu keputusan di Kementerian Perhubungan, kita hanya menjalankan. Tapi menghadapi isu tiket dan sebagainya, kita sudah duduk bersama sepakat untuk melakukan penundaan," ucap Direktur AirNav Indonesia Novie Riyanto di Padang, Rabu (20/2/2019).

Dengan adanya penundaan ini, Novie mengaku akan berdampak langsung terhadap rencana investasi perusahaan. Mulai dari investasi Sumber Daya Manusia (SDM) hingga investasi peralatan seperti ditargetkan sebelumnya.

Meski demikian, Novie mengaku tak akan mempengaruhi angka pendapatan dan laba perusahaan di 2019. Ini dikarenakan sebagian besar pendapatan perusahaan berbentuk dolar AS, dari jasa layanan navigasi maskapai internasional.

"Konsekuensinya kalau ada sesuatu yang terrunda kita investaai peralatan tertunda, training orang juga tertunda, dan ada beberapa lainnya juga," tegas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya