Cara Kementerian PUPR Cegah Penyimpangan Penyediaan Barang Jasa

Fungsi Balai PBJ ini sebenarnya masih sama seperti Unit Layanan Pengadaan (ULP) barang dan jasa yang ada sebelumnya.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 20 Mar 2019, 16:44 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2019, 16:44 WIB
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin. Liputan6.com/Maulandy
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin. Liputan6.com/Maulandy
Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan proses serah terima jabatan (Sertijab) pembentukan Balai Pelaksanaan Barang dan Jasa (PBJ). Langkah ini dilakukan sebagai salah satu strategi pencegahan penyimpangan (fraud) dalam hal penyediaan barang dan jasa.
 
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, proses Sertijab ini turut dihadiri perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP).
 
"Ada tiga nara sumber yang memberikan wawasan, dari KPK, kemudian Kejaksaan dan LKPP. Intinya tentu dalam rangka melakukan pengadaan barang dan jasa sesuai aturan," ungkap dia di Gedung Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
 
Sebagai informasi, keberadaan organisasi baru ini akan membuat proses pelelangan proyek infrastruktur di daerah tidak lagi dilakukan unit-unit organisasi di Kementerian PUPR, melainkan oleh Balai PBJ dibawah pembinaan dan supervisi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi.
 
Syarif menjelaskan, fungsi Balai PBJ ini sebenarnya masih sama seperti Unit Layanan Pengadaan (ULP) barang dan jasa yang ada sebelumnya. "Jadi sebenarnya yang dilakukan ULP dulu itu juga yang dilakukan oleh organisasi yang baru," sebutnya.
 
Namun, ia menambahkan, masing-masing Balai PBJ yang ada di setiap provinsi punya wewenang untuk mengadakan proses lelang barang dan jasa dengan besaran angka yang berbeda.
 
"Berapa jumlah paket di provinsi? Tentu masing-masing berbeda, tidak akan sama. DKI (Jakarta) mungkin lebih besar dari daerah-daerah lain. Jadi tergantung dari jumlah paket yang ada di daerah itu," tutur dia.
 
"(Balai PBJ daerah bisa untuk melelang paket diatas Rp 100 miliar?) Iya, memungkinkan sekali," dia menambahkan.
 
 

Menteri PUPR Target Sertifikasi 512 Ribu Pekerja Konstruksi Tahun Ini

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan 512 ribu pekerja konstruksi bisa mendapatkan sertifikasi pada tahun ini. Jumlah itu naik 10 kali lipat dibanding rata-rata pencapaian periode 2015-2018.

"Pada tahun 2019 ini ditargetkan 512.000 orang tenaga kerja konstruksi bersertifikat atau 10 kali lipat dari rata-rata capaian tahunan program sertifikasi dari 2015-2018, yang sebanyak 50.000 sebagai hasil kolaborasi Pemerintah Pusat–Pemerintah Daerah–LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi)," ujar dia di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/3/2019).

Untuk mengejar target 10 kali lipat tersebut, Kementerian PUPR berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian BUMN untuk melaksanakan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi dengan program link and match.

Dia mengatakan, program sertifikasi ini juga dilakukan terhadap warga binaan yang memenuhi syarat. "Sampai saat ini sudah berjumlah 3.267 orang di 53 Lembaga Pemasyarakatan," sambungnya.

Adapun jumlah pekerja konstruksi bersertifikat saat ini baru mencapai 7,4 persen, atau sekitar 616 ribu orang dari total 8,3 juta orang di seluruh Indonesia.

Sejak Oktober 2018 hingga Maret 2019 ini, telah ada peningkatan sebanyak 49 ribu tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat.

Basuki pun memproyeksikan, target sertifikasi tenaga kerja konstruksi akan semakin ditingkatkan pada 2020 mendatang, meski secara angka masih dibawah 1 juta orang.

"Kira-kira tahun depan naik jadi 750 ribu orang. Enggak mungkin sampai 1 juta tapi, itu pasti hoax," ucapnya sembari terkekeh.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya