Wawancara Khusus Mendes PDTT: Warga Miskin di Desa Bakal Lebih Sedikit Dibanding Kota

Melihat pencapaian penyaluran dana desa dan target yang akan diraih ke depan untuk desa di Indonesia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 05 Apr 2019, 08:21 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2019, 08:21 WIB
Eko Putro Sandjojo
Eko Putro Sandjojo imbau masyarakat melaporkan ke satgas dana desa kalau melihat indikasi kepala desa melakukan penyelewengan. (foto: Kemendes PDTT)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah  Indonesia saat ini gencar memeratakan pembangunan mulai dari desa hingga perkotaan.

Pembangunan mulai dari desa ini mengingat potensi besar untuk meningkatkan ekonomi bagi masyarakat sehingga dapat berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Untuk mendukung pembangunan desa tersebut, pemerintah menganggarkan dana desa sejak 2015.

Dana desa tersebut untuk membangun pedesaan sehingga mampu memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat dan kemajuan desa tersebut. Adapun dana desa yang dikucurkan mencapai Rp 257 triliun.

Dengan dana desa tersebut dibangun sejumlah infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi di desa. Infrastruktur ini dibangun lantaran desa-desa di Indonesia masih membutuhkan infrastruktur memadai dan baik untuk masyarakat desa.

Meski demikian, pelaksanaan program dana desa ini juga ditemui sejumlah tantangan terutama penyimpangan penggunaan dana desa tersebut. Di sisi lain, desa-desa di Indonesia juga ada yang berhasil memanfaatkan anggaran dana desa tersebut.

Lalu apa saja potensi desa-desa di Indonesia yang dapat dikembangkan? Bagaimana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menekan penyimpangan dana desa? Apa saja keberhasilan dari penyaluran dana desa?

Berikut wawancara Liputan6.com dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo:

Dana yang sudah dikucurkan sekitar Rp 257 triliun. Apa saja capaian-capaian dalam pembangunan yang sedang dilakukan dari desa-desa tersebut yang cukup signifkan? 

Ya, terutama selama 4 tahun terakhir ini kita dikagetkan bahwa ternyata desa kalau di kasih kesempatan itu bisa. Jadi selama 4 tahun ini desa mampu membangun infrastruktur dalam skala yang sangat masif yang enggak pernah terjadi dalam sejarah Indonesia.

Bahkan sudah tercapai pun banyak orang yang tidak percaya. Misalnya desa bisa membangun 191 ribu kilometer jalan desa sampai akhir tahun lalu. Sekarang sudah 200 ribu lebih. Memang kelihatannya besar 191 ribu tapi kita jangan lupa Indonesia juga negara besar. 

Indonesia mempunyai 74.957 desa yang terbesar di 17 ribu pulau. Jadi, 191 ribu kilometer kalau dibagi hampir 75 ribu, dibagi 4, 1 desa cuma membangun 625 meter, tapi itu pun tidak pernah terjadi dalam sejarah Indonesia sebelumnya. 

Kita masih butuh untuk terus melanjutkan membangun infrastruktur di desa. Desa mampu membangun hampir atau lebih dari 1 juta meter jembatan, puluhan ribu PAUD, polindes, posyandu, 250 ribu unit communal MCK, terus hampir 1 juta unit sarana air bersih di rumah-rumah di desa karena kan memang dia membutuhkan. 

Berarti fokus-fokus pada pembangunan di desa ini pembangunan infrastrukturnya dulu? 

Karena memang desa masih memerlukan infrastruktur. 

Desa mana saja yang Kemendes rasa paling berprestasi pembangunannya dan paling tepat guna, yang paling bisa mengelola dana mereka?

Banyak. Jadi pemerintah Pak Jokowi menurut RPJM ditargetkan mengentaskan 5.000 desa tertinggal sampai akhir tahun ini, tapi nyatanya karena semangat desa kuat, komitmen pemerintah yang kuat dalam mendampingi mereka, sampai awal tahun lalu menurut BPS sudah tercapai 6.500 lebih.

Apakah itu target per tahun atau lima tahun? 

Target selama lima tahun dan pemerintah juga ditargetkan menciptakan 2.000 desa mandiri, menurut sensus sampai tahun lalu sudah tercipta 2.700 desa mandiri. 

Jadi masyarakat desa kalau di kasih kesempatan bisa walaupun memang awalnya banyak masalah, karena ini program baru, bukan hanya pertama kali di Indonesia, tapi pertama kali di dunia, dan ini dilakukan serentak dalam 74.957 desa. 

Tapi komitmen Bapak Presiden Jokowi sangat kuat, beliau berpesan pada saya program ini enggak boleh gagal. Di awalnya kepala desa, perangkat desa, bermasalah itu wajar. Tugas kita bukan untuk mem-bully mereka, tetapi untuk membantu mereka sampai mereka sukses.

Dan Alhamdulillah penyerapan anggarannya naik sekarang sudah 99 persen lebih. Di negara ini penyerapan anggaran di atas 90 persen bisa dihitung jari di seluruh instansi, lembaga. 

Bagaimana cara Kemendes biar tak ada lagi penyimpangan dana desa?

Penyimpangan itu terjadi karena ada kesempatan, karena ada pengawasan yang kurang.  Memang di desa pengawasan secara formal, resmi, ada dari kabupaten dari provinsi, karena dari kabupaten dan provinsi itu punya inspektorat, punya dinas pemberdayaan masyarakat desa, punya camat, dan lain sebagainya. 

Tetapi pengawasan yang paling efektif itu pengawasan dari masyarakat. Saya berterima kasih kepada media yang terus menerus mensosialisasikan, bukan hanya baiknya saja, tetapi buruknya juga, sehingga masyarakat jadi aware.

Karena masyarakat tahu, masyarakat berpartisipasi, masyarakat ikut mengawasi. Jadi sekarang saya jamin dengan kita libatkan kepolisian, kejaksaan, yang tugasnya membantu, bukan mencari kesalahan kepala desa. 

Itu saya yakin kalau ada penyelewengan tak mungkin tidak ketahuan. 

Apakah ada hotline khusus jika menemukan penyelewengan dana desa? 

Nomor satu laporkan ke penegak hukum setempat, baik kepolisian maupun kejaksaan. Biasanya kepolisian dan kejaksaan menyerahkan ke APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) setempat yaitu inspektorat kabupaten atau provinsi.

Kalau masyarakat tidak puas, bisa telepon ke hotline satgas dana desa di 1500040. Kalau datanya lengkap dalam waktu 3x24 jam kita akan kirim tim untuk melakukan pembinaan di sana. 

Bahkan juga kepala desa, karena banyak yang NGO-NGO yang mengkriminalisasi kepala desa atau lawan-lawan politik kepala desa, kalau mereka merasa terkriminalisasi lapor ke Satgas Dana Desa kita akan mengadakan advokasi membantu mereka juga. 

Apa penyebab banyak penyimpangan dana desa yang sudah lalu? 

Dibilang banyak juga sebetulnya sangat kecil. Kita lihat tahun lalu di bawah 100 kasus. Itu pun juga yang kita bawa ke ranah hukum cuma 67. Dibanding jumlah desa 74.957 desa, jadi cuma 0,001 persen, tapi desa kita banyak kalau sudah 1 persen masalah saja sudah 750 desa. 

Tapi alhamdulillah dengan partisipasi masyarakat, dukungan dari kepolisian, kejaksaan, dan terutama media, kesempatan melakukan itu sangat berkurang.

Ini terbukti dengan penyerapannya bisa 99,6 persen tahun lalu. Penyerapan itu membuktikan tata kelolanya baik, karena dana desa itu dicairkan dalam tiga tahap. Tahap berikutnya tidak akan bisa  cair, kalau tahap sebelumnya hasil audit dan laporannya belum diterima dengan baik. 

Kementerian Keuangan memberikan persyaratan yang sangat ketat, kalau 50 persen dari desa-desa di kabupaten itu hasil auditnya belum diterima dengan baik, kabupaten tersebut seluruh desanya tidak bisa mendapatkan dana.

Jadi apa yang terjadi, apakah harus diganti kepala desanya dulu?

Tentunya kita melakukan pembinaan, kalau kita mengganti kepala desa setiap ada hal itu, ya repot juga. 

Yang penting ada partisipasi dari masyarakat dan pengawasan  masyarakat. Itulah peran media.

 

Kabar Program Transmigrasi

Kemendes Tinjau Program Padat Karya Tunai di Desa
Menteri Desa PDTT, Eko Putro Sandjojo memberikan sambutan saat kunjungan kerja ke proyek padat karya tunai dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Desa Bilalang, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, Kamis (12/4). (Liputan6.com/Pool)

Yang sudah datangi ada berapa desa sepanjang Anda memimpin?

Setiap minggu saya mendatangi paling tidak dua atau tiga desa. Saya jadi menteri sudah hampir tiga tahun. 

Makanya berat saya naik. Sebelum jadi menteri berat saya saya 100 (kilogram), sekarang berat saya hampir 110 kilogram, karena kalau setiap ke desa itu wajib makan. Jadi kalau satu desa, satu hari, mengunjungi 10 kali, jadi saya makan 10 kali. 

Yang paling berkesan buat Anda, desa mana? 

Semua desa mempunyai keunikan masing-masing. Jadi itulah kita beruntung sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai 700 lebih suku bangsa, 200 bahasa, budaya kita banyak, makanan kita banyak, kultur kita banyak, pemandangan alam juga masing-masing punya kelebihan. 

Jadi saya tidak bisa mengatakan mana yang paling berkesan, karena setiap desa masing-masing punya keunikan.   

Apakah zaman now masih ada transmigrasi yang dibiayai pemerintah? Bila masih ada, daerah mana saja yang merupakan tujuan populer? 

Jawabannya masih, karena program transmigrasi ini harus diakui bisa membantu percepatan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa. Sejak tahun 1957, daerah transmigrasi telah mampu menciptakan 1.200 lebih desa definitif, 420 sekian kecamatan, 120 kabupaten, dan 2 ibu kota provinsi. 

Cuma sekarang business model-nya beda. Dulu tahun 1957 GDP Indonesia masih kecil sekali, masih di bawah USD 50, sekarang GDP Indonesia hampir USD 4.000. Dulu orang dikasih tanah, dikasih cangkul bisa hidup, makan, sudah happy. 

Kalau sekarang tak cuma makan, sekarang transmigran punya handphone, punya TV, punya motor, jadi kita harus menyiapkan bukan lahan saja, tapi juga dalam bentuk model usaha yang integrated, mulai dari hulu sampai hilir, lengkap dengan sarana-prasarana. Itu yang pertama. 

Yang kedua kali kita mesti menjaga keseimbangan sosial supaya tidak ada gejolak, jadi untuk daerah-daerah di masa lalu banyak yang masyarakat transmigran yang maju, masyarakat lokal tertinggal. Itu bisa menimbulkan kecemburuan sosial. 

Sekarang kita prioritaskan ke masyarakat lokal dulu untuk ikut transmigrasi lokal, dan memperbaiki daerah transmigrasi yang zaman dulu itu masih belum terkelola dengan baik. 

Sejak pemerintahan Jokowi kita masih punya PR banyak. Masih ada transmigran sudah 20 tahun sertifikatnya belum ada, sekarang dengan komitmen Pak Jokowi membagikan sertifikat lebih dari 15 juta sertifikat, itu sudah mulai dibagikan sertifikat. 

Itu sertifikat tanah, bukan sertifikat kawin.  

Bagaimana agar masyarakat bisa menetap di desa tanpa harus merantau ke luar atau ke kota? 

Pada dasarnya, masyarakat desa kalau ada kesempatan mereka lebih senang tinggal di desanya, karena mereka dekat sama keluarga, teman-temannya, mereka punya lifestyle juga di situ. 

Kenapa masyarakat desa ber-urbanisasi bahkan ke luar negeri untuk mencari pekerjaan? Karena kesempatan di desa itu tidak ada.

Sejak ada dana desa, kita lihat bahwa tingkat kemiskinan turunnya cukup signifikan. Jadi untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, tahun lalu penurunan kemiskinan di desa, lebih cepat dari penurunan kemiskinan di kota, walaupun jumlah orang miskin di desa lebih banyak. 

Tapi kalau ini bisa kita pertahankan, program ini bisa kita lanjutkan, tujuh tahun yang akan datang orang miskin di desa akan lebih kecil daripada di kota.  

Ini menunjukan ada aktivitas ekonomi di desa. Kita lihat pendapatan per kapita di desa dalam 5 tahun ini itu naik dari 572 ribu per bulan, per kapita itu dari bayi yang baru lahir sampai orang yang sudah uzur dihitung. Kalau per keluarga kira-kira dikali 4,5. 

Itu naik dari Rp 572 ribu menjadi Rp 804 ribu, itu kenaikan hampir 50 persen. Itu kenaikan tertinggi dalam sejarah Indonesia juga. 

Kalau ini bisa kita lanjutkan, 7 tahun ke depan, desa itu mempunyai pendapatan per kapita minimal Rp 2 juta atau Rp 9 juta per keluarga. 

Nah, kalau itu terjadi, Rp 2 juta dikali 150 juta orang desa, maka desa akan mempunyai pendapatan Rp 200 triliun per bulan. Itu menciptakan daya beli 1.500 triliun per bulan atau 18 ribu triliun per tahun. 

Nah, kalau itu terjadi desa akan mampu berkontribusi terhadap GDP Indonesia USD 1,4 triliun. Bayangkan, GDP Indonesia saat ini hanya USD 1,2 triliun Jadi desa akan mampu mengkontribusi GDP dalam 7 tahun lebih besar dari total GDP Indonesia sekarang. 

Jadi bisa dilihat, bagaimana peluang, kesempatan di desa dalam 7 tahun ke depan. Makanya hati-hati, sekarang sama pembantu, sama baby sitter, sama sopir, masih baik-baik, karena sebentar lagi kalau itu mendingan kerja di desa banyak. 

Itu untuk desa yang sudah ditangani, kira-kira akan selesai di tahun berapa kalau kita petakan?     

Saya yakin pertumbuhan desa itu tidak linear, tetapi eksponen. Desa-desa itu tidak tumbuh karena infrastrukturnya tidak ada. Sekarang dengan infrastruktur dibangun dengan dana desa, dengan komitmen Pak Jokowi untuk bukan Jawa-sentris saja.

Membangun infrastruktur mulai dari Papua, NTT, bayangkan NTT itu susah berkembang karena daerahnya kering. Jadi kalau kering dia mau apa? Tetapi Pak Jokowi membangun, pemerintah ini membangun 7 bendungan. Bayangkan bendungan ini kalau sudah jadi semua, yang tadinya orang menganggur sekarang bisa  menanam jadi akan banyak. 

Tapi pembangunan tak akan pernah berhenti, karena dari desa tertinggal, menjadi desa bekermbang, menjadi desa maju, menjadi desa lebih maju lagi.

Bahkan sekarang sudah banyak Badan Usaha Milik Desa, sekarang sudah ada 41 ribu Badan Usaha Milik Desa dan sudah banyak BUmdes yang pendapatannya di atas Rp 10 miliar, bahkan sudah banyak Badan Usaha Milik Desa yang membayar pajak lebih besar daripada dana desa yang diterima.  

Untuk ini, maka mulai tahun ini kita kirim banyak kepala desa, pendamping desa, perangkat desa ke luar negeri.

Hari ini ada 40 orang kepala desa, pengurus BUMDes dan pendamping desa yang saya kirim ke China dan Korea untuk belajar tourist management, belajar integrated farming management, belajar pengelolaan limbah managementnya dan sebagainya.  Nanti pulang, mereka kita bantu untuk diimplementasikan. Itu kita kerja sama dengan Bank Dunia. 

 

Potensi Ekonomi Desa di Indonesia

Wisata Desa Jambu kabupaten Kediri
Wisata Desa Jambu kabupaten Kediri (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Setelah Anda blusukan, kira-kira potensi ekonomi apa yang dimiliki desa-desa Indonesia?

Indonesia ini negara yang alamnya bagus. Jadi potensi  turis itu sangat besar. Desa-desa pariwisata, kemudian pertanian kita juga.

Sekarang Kementerian Pertanian bukan hanya menambah luas lahan, tetapi juga mulai mengajarkan petani-petani kita untuk bertani secara modern. Menggunakan mesin, harvester, dan lain sebagainya.

Dan kita link-kan juga dengan perusahaan-perusahaan. Jadi untuk memastikan pada saat mereka panen itu enggak pusing lagi mencari pasarnya. 

Jadi tahun lalu, kita berhasil me-link 128 perusahaan dengan 200 bupati, itu terjadi kesepakatan investasi di bidang pasca-panen. Itu sebesar Rp 67 triliun, dan USD 200 juta atau sekitar USD 3 triliun itu investasi asing dari Korea dan Jepang. 

Kenapa ada pembangunan infrastruktur di desa yang dibiayai dana desa dilakukan pihak ketiga. Bagaimana aturannya? 

Enggak boleh. Itu jawabannya. Jadi sejak awal tahun 2018, Presiden Jokowi minta agar semua pengelolaan dana desa dikelola secara swakelola. Jadi tidak boleh pakai kontraktor. Tujuannya supaya uang ini balik di desa lagi, tidak uangnya balik ke Jakarta.  

Jadi, tujuan dari dana desa supaya uang berputar di desa, ada daya beli di desa, sehingga ekonomi di desa bisa berkembang.

Dan 30 persen dari pekerjaan dana desa wajib dipakai untuk membayar upah. Jadi kalau tahun ini Rp 70 triliun, upah yang dibayarkan ke masyarakat itu ada Rp 21 triliun.

Rp 21 triliun itu diharapkan akan mampu menciptakan daya beli di desa sebesar Rp 105 triliun. Sekarang kalau dilihat jalan di desa lebih bagus dari jalan kabupaten, karena sudah dicor semua rata-rata. 

Jadi tidak boleh ada pihak ketiga lagi untuk proyek dana desa? 

Kalau ada laporkan ke kepolisian setempat atau di 1500040. 

Adakah PR yang belum selesai?     

Jadi, masih banyak desa-desa yang tertinggal juga. Masih ada kira-kira 10 ribuan. Mudah-mudahan 5 tahun ke depan itu akan habis desa-desa tertinggalnya. Desa-desa yang tertinggal walaupun di desanya infrastrukturnya dibikin, tetapi infrastruktur konektivitas antar desa masih belum baik. 

Pak Presiden Jokowi berkomitmen selain membangun jalan tol, jalan-jalan nasional, nanti akan digenjot pembangunan jalan-jalan konektivitas antar desa. 

Rencana Setelah Fokus di Infrastruktur

Subak Dana Desa
Perbaikan irigasi subak di Bali menggunakan dana desa (Foto: Dok Kemendes)

Jadi kita fokus infrastruktur dulu, setelah itu? 

Dan pemberdayaan ekonomi. Sekarang sudah banyak misalnya BUMDes di desa Kutuh. 6 tahun lalu desanya sangat miskin karena tandus, kemudian dana desa dipakai wisata Pantai Pandawa. Tahun lalu, Pantai Pandawa berhasil mendatangkan turis 1 juta orang. 

Pendapatan desa tersebut dari Badan Usaha Milik Desa yang mengelola pantai tersebut itu Rp 34 miliar dengan keuntungan bersih Rp 4 miliar. Desa tersebut mampu membangun lembaga simpan-pinjam sekarang asetnya sudah Rp 127 miliar.

Satu desa itu. Desa Kutuh di Kabupaten Badung, Bali. Sekarang kepala desanya saya kirim ke Korea untuk belajar mengelola wisata lebih hebat lagi. 

Kenapa pariwisata di daerah Raja Ampat terkait fasilitas hotel, akses point-point wisata, dan lain-lain sangat minim. Sulit mencari hotel yang baik dengan harga standar?

Di sana memang masih ada persoalan konektivitas, tetapi komitmen Pak Jokowi bisa dilihat sendiri membangun infrastruktur bukan hanya di Jawa, dana desanya di sana sudah banyak BUMDes mengelola homestay-homestay. Tinggal mungkin kualitas homestay-nya yang perlu kita tingkatkan. 

Mudah-mudahan desa-desa tersebut nanti akan saya kirim ke luar negeri untuk mengelola homestay, sehingga homestay yang di rumah masyarakat, yang dikelola Badan Usaha Milik Desa bisa kualitasnya meningkat. 

Kayak sekarang di Banyuwangi itu bupati Banyuwangi Pak Azwar Anas itu komitmennya kuat sekali, jadi dia tidak memberi izin hotel bintang tiga ke bawah. Jadi memberi kesempatan kepada homestay-homestay-nya untuk tidak ada saingan. 

Setiap rumah diberi uang Rp 5 juta sampai Rp 10 juta untuk merapikan kamarnya dan membentuk toilet yang layak, sehingga sekarang banyak turis-turis dari Eropa terutama, itu kalau summer menginap di Banyuwangi itu bisa 3 bulan, karena mereka menginap di situ mungkin saking murahnya tapi tempatnya bersih.

Mereka bisa ikut masak bareng yang punya rumah, bisa ikut menanam padi bareng, bisa ikut belajar menari bareng, dan itu senang. 

Coba ditengok ke Banyuwangi kalau di musim-musim sekarang itu, banyak bule-bule bawa anak kecil-kecil. Mereka menanam padi di rumah-rumah masyarakat. 

Kenapa desa wisata hanya terlihat cantik di media sosial saja? Kenyataannya tak seindah yang terlihat.

Mungkin ada benarnya. Tidak semua desa wisata berhasil, itu tugas kita sama-sama untuk melakukan pendampingan. 

Saya juga mengajak generasi muda milenial untuk melihat peluang untuk membangun desa, misalnya bekerja sama dengan masyarakat mengelola homestay. 

Jadi generasi milenial yang punya pengalaman di bidang hospitality bisa membantu, itu kan bisa peluang yang besar juga, atau melalui e-commerce, membantu masyarakat. 

Misalnya, cabai kalau di petani Rp 10 ribu sampai di Jakarta Rp 30 ribu karena mata rantainya terlalu panjang. 

Sekarang kita sudah plotting ke anak-anak milenial, mereka membantu petani, cabainya itu dibungkus, dipilih kualitas yang bagus seperempat kilo, melalui e-commerce dikirim.

Sampai di Jakarta, mereka bisa membeli Rp 15 ribu di petani, ongkos kirim cuman Rp 5 ribu. Fresh, karena enggak melalui mata rantai distribusi yang panjang, sampai di Jakarta juga bukan Rp 30 ribu, cuman Rp 25 ribu. 

Plus, generasi milenial ini bisa mendapat keuntungan Rp 5.000 juga. Jadi opportunity banyak. Bahkan ada anak muda di Kabupaten Bantul sana, itu mengelola bank sampah. Jadi mereka membuat suatu tempat, masyarakat dibayar untuk mengumpulkan sampah, sampahnya dipilah-pilah, yang kompos jadi kompos, yang plastik jadi bijih plastik, yang besi jadi bijih besi.  Itu masyarakat dapat uang, desanya bersih, generasi milenialnya punya usaha. 

Dana Desa apakah hanya untuk infrastruktur saja? Atau juga nanti misalnya milenial setempat, pemuda setempat punya ide usaha bisa diajukan begitu ke kepala desanya, kemudian mendapat bantuan dari dana desa? 

Di masa lalu memang prioritasnya infrastruktur, karena kalau infrastrukturnya tidak ada, maka tidak mungkin yang lain-lain bisa jalan. 

Sekarang kelihatannya dengan infrastruktur banyak terbangun, Bapak Presiden menyarankan dana desa banyak dipakai untuk pemberdayaan masyarakat dan ekonomi.  

Jadi pembangunan sudah bergeser dari infrastruktur seperti yang dibilang di debat-debat? 

Iya dan kita melibatkan dunia usaha juga. Misalnya dengan Pertamina kita membangun pompa-pompa bensin untuk sepeda motor di desa-desa. Itu yang memiliki masyarakat desa, anak milenial desa. 

Dengan Exxon Mobil juga kita melakukan hal yang sama. Dengan Dana dan Bukalapak kita membantu pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang berbasis e-commerce sama cashless. 

Jadi kita memberikan kesempatan untuk masyarakat desa. Apalagi yang dari kota mau turun ke desa, karena di desa ini kesempatan ekonomi berkembangnya besar sekali, dan saingannya masih sedikit.    

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya