KPPU Diminta Waspadai Praktik Monopoli di Bisnis Ojek Online

Regulator persaingan usaha diminta untuk mewaspadai gejala perilaku persaingan usaha tidak sehat di bisnis ojek online (ojol).

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 09 Mei 2019, 09:45 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2019, 09:45 WIB
PKL dan Ojek Online Bikin Semrawut Stasiun Palmerah
Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Kurangnya pengawasan petugas menyebabkan trotoar dan bahu jalan dipenuhi oleh PKL dan ojek online. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Regulator persaingan usaha diminta untuk mewaspadai gejala perilaku persaingan usaha tidak sehat di bisnis ojek online (Ojol).

Hal ini perlu dilakukan seiring diberlakukannya secara penuh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat dan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi.

"Walau tarif sudah ada aturannya, tapi ada gejala di lapangan aplikator perang diskon, perang harga, dan promosi dengan menggunakan segala dalih. Nah di sini harus berperan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)," ujar Pengamat dari Masyarakat Transporasi Indonesia Djoko Setijowarno di Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Menurut dia, KPPU bisa mencegah agar aplikator tidak perang harga atau melakukan permainan harga.

"Sekali lagi yang harus berperan adalah KPPU. Kementrian Perhubungan (Kemengub) kalau soal tarif ini enggak bisa berperan banyak. Perhubungan cuma bisa menentukan. Kalau soal pengawasan atau ada masalah di implementasi tarif yang menjurus ke persaingan usaha tak sehat ada di KPPU," tambahnya.

Secara terpisah, pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi mengungkapkan, saat ini di lapangan masih belum terjadi prinsip yang berkelanjutan dengan tarif yang diterima pengemudi sama dengan tarif yang dibayarkan penumpang. 

Diprediksinya, keberlangsungan industri ride-hailing roda dua terancam karena pemain terjebak dalam bakar-bakar uang (subsidi). Akhirnya yang uangnya sedikit kalah, dan pemenang akan menjadi monopoli lalu merugikan ekosistem di dalamnya. 

Biasanya, jika terjadi monopoli, satu pemain akan menguasai pasar dan harga. Konsumen tidak lagi punya pilihan. Ini akan menjadi kemunduran buat pemerintah dan industri. Hal ini sudah terjadi di Singapura dan Filipina.

Tarif akan jadi sangat mahal, sementara layanan akan memburuk karena tidak adanya alternatif. Intinya, konsumen menjadi korban.

"Sekarang simalakama, jika konsumen menganggap tarif ojol terlalu mahal, maka mereka akan kembali ke transportasi pribadi atau konvensional meskipun kurang efisien secara waktu/layanan. Hal ini mengancam keberadaan jutaan orang mitra yang saat ini sebagian atau seluruh penghasilannya berasal dari layanan ojek online," kata dia. 

Heru mengingatkan, persaingan yang sehat adalah persaingan dalam inovasi, teknologi dan kreativitas.

Bukan dalam subsidi harga paling besar, apalagi dalam bentuk promosi jor-joran yang menguntungkan dalam jangka pendek tapi mematikan dalam jangka panjang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Menhub: Banyak Keluhan Tarif Ojek Online Terlalu Mahal

Semrawut Ojek Online Mangkal di Badan Jalan Bikin Kemacetan
Puluhan sepeda motor milik pengendara ojek online saat parkir di badan jalan kawasan Mangga Dua, Jakarta, Selasa (23/4). Kurangnya pengawasan petugas dan tidak disiplinnya pengendara ojek online menyebabkan kemacetan kendaraan yang melintas di kawasan tersebut. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, aturan tarif ojek online (ojol) baru dikeluhkan oleh pengguna karena dinilai terlalu mahal. Tarif baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, Kementerian Perhubungan akan terus melakukan evaluasi terhadap tarif baru ojek online tersebut.

"Kami menyebarkan kuesioner sebanyak 4.000 di 5 kota. Itu akan terwakili antara ekspetasi daya beli masyarakat, keinginan pengendara itu berapa. Dengan dasar itu kita sangat mungkin melakukan evaluasi tarif," terangnya di Jakarta, Rabu, 8 Mei 2019.

Alasan diberlakukanya sistem kuesioner ialah untuk mendapatkan masukan yang lebih mendalam. Lantaran, dari pihak asosiasi saja menurutnya masih kurang cukup.

"Kalau selama ini harus hanya diwakili para asosiasi saja. Dan itu maaf kata, bisa jadi tidak meng-cover semuanya. Tapi kami dengan mereka ini sangat cair sekali. Kita selalu diskusi. Nah hasil itu nanti kita diskusikan dengan aplikator, dengan macam macam," kata dia.

Dia pun tidak menampik bahwa memang Kemenhub menerima komplain dari beberapa kota terkait penerapan tarif ojek online baru ini.

"Tetapi memang ada indikasi di beberapa kota, terutama bukan di Jakarta lah. Semacam Bandung dan sebagainya itu indikasinya ada komplain terlalu mahal sehingga order terlalu mahal," ucapnya.

 

Daftar Baru Tarif Ojek Online

Semrawut Ojek Online Mangkal di Badan Jalan Bikin Kemacetan
Bus Transjakarta melintasi sepeda motor pengendara ojek online yang terparkir di badan jalan kawasan Mangga Dua, Jakarta, Selasa (23/4). Kurangnya pengawasan dan tidak disiplinnya pengendara ojek online menyebabkan kemacetan kendaraan yang melintas di kawasan tersebut. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya mengingatkan masyarakat kalau penerapan tarif baru ojek online mulai diberlakukan pada Rabu 1 Mei 2019.

Penerapan tarif baru ojek online itu seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat dan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi.

"Mulai Rabu 1 Mei 2019, peraturan terkait ojek online tersebut termasuk tata cara dan tarif (biaya jasa) mulai diberlakukan di lima kota mewakili tiga zona yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar," ujar Budi seperti dikutip dari laman Setkab, pada Rabu 1 Mei 2019. 

Besaran tarif menjadi tiga zona yaitu zona pertama untuk Sumatera, Jawa (tanpa Jabodetabek), dan Bali. Untuk zona dua adalah Jabodetabek. Sementara zona tiga adalah Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku dan lainnya.

Adapun besaran tarif net ojek online antara lain:

Zona  I:

Batas bawah: Rp 1.850

Batas atas: Rp 2.300

Biaya jasa minimal Rp 7.000-Rp 10.000

Zona II:

Batas bawah: Rp 2.000

Batas atas: Rp 2.500

Biaya jasa minimal Rp 8.000-Rp 10.000

Zona III:

Batas bawah Rp 2.100

Batas atas Rp 2.600

Biaya jasa minimal Rp 7.000-Rp 10.000

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya