Liputan6.com, Jakarta - Potongan biaya sewa aplikasi masih terus dikeluhkan oleh mitra pengemudi ojek online (ojol). Pemerintah disebut belum menghasilka titik terang perihal kondisi tersebut.
Ada dua kementerian yang terlibat dalam polemik tersebut. Yakni, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Baca Juga
Besaran potongan tarif itu ditangani oleh Kemenhub yang berwenang di sektor transportasi. Sedangkan, soal penindakan sanksi kepada aplikator ada di Kemkomdigi.
Advertisement
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Budi Rahardjo mengatakan persoalan aplikasi itu menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Meski, pengaturan tarif ada di Kemenhub.
"Kewenangan Kemenhub hanya memberikan rekomendasi. Jadi yang memutuskan adalah Kementerian Komdigi," ujar Budi di Kantor Kemenhub, pada Januari 2025 lalu.
Dia menerangkan, soal potongan biaya sewa aplikasi dan potongan penunjang yang dipungut perusahaan tadi jadi kewenangan Kemkomdigi. Dengan begitu, Kemenhub tidak bisa menjatuhkan sanksi kepada perusahaan aplikator.
"Memang belakangan ini ada permintaan dari komunitas ojol. Namun dengan terkait hal ini kita masih coba untuk koordinasikan internal," ucapnya.
Termasuk perihal pemberian sanksi kepada aplikator seperti Gojek, Grab, hingga Maxim. "Sekali lagi, Kemenhub tidak punya kewenangan secara langsung untuk memberikan sanksi kepada perusahaan aplikator," tegas Budi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 tahun 2022, ada dua jenis potongan yang diatur. Pertama, potongan biaya aplikasi dengan besaran maksimal adalah 15 persen. Kedua potongan biaya penunjang sebesar 5 persen. Dengan begitu, total potongan yang dibebankan ke mitra pengemudi ojol menjadi 20 persen.
Komdigi Panggil Aplikator
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ikut turun tangan menghadapi keluhan para mitra pengemudi ojol. Komdigi berencana mengadakan pertemuan dengan perusahaan penyedia aplikasi.
Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang membahas isu tersebut. Beberapa penyedia aplikasi yang disoroti meliputi Gojek, Grab, dan Maxim.
"Kami sedang mencermati tuntutan-tuntutan yang ada. Diskusi lebih lanjut akan dilakukan dengan platform-platform tersebut," kata Nezar beberapa waktu lalu.
Nezar menjelaskan, pengaturan terkait aplikasi ojol berada di bawah Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) yang dikelola oleh Komdigi.
"Kami akan mereview aturan PSE dan berdiskusi dengan platform-platform tersebut untuk mencari solusi terbaik," ujarnya.
Advertisement
Membedah Aturan Potongan Tarif Biaya Aplikasi Ojek Online
Mitra pengemudi ojek online (ojol) masih menghadapi tekanan imbas besarnya potongan biaya aplikasi. Bahkan, angkanya bisa mencapai 30-40 persen.
Lantas, bagaimana sebetulnya aturan mengenai potongan biaya aplikasi tersebut?
Sebagaimana diketahui, tarif biaya potongan aplikasi itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor KP 1001 tahun 2022 yang mengatur Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Beleid itu mengubah beberapa poin dalam aturan sebelumnya, yakni Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022.
Adapun, biaya potongan yang dibebankan ke mitra pengemudi ojol tertuang dalam diktum Kedelapan. Pada poin itu diatur 2 jenis potongan, diantaranya potongan biaya sewa aplikasi sebesar maksimal 15 persen dan biaya penunjang sebesar 5 persen.
"Perusahaan aplikasi menerapkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15% (lima belas persen) dan/atau perusahaan aplikasi dapat menerapkan biaya penunjang berupa biaya dukungan kesejahteraan mitra pengemudi paling tinggi 5%," seperti dikutip dari beleid tersebut.
Melengkapi pernyataan tersebut, Kemenhub menambahkan dua aturan yang tertuang dalam diktum Kedelapan A dan diktum Kedelapan B.
Pada diktum Kedelapan A, disebutkan bahwa perusahaan aplikasi harus melaporkan evaluasi kinerja aplikasi ke Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub. Pelaporan meliputi: dashboard sistem aplikasi; laporan keuangan 3 bulanan atas penggunaan biaya sewa 5 persen; data operasional jumlah mitra pengemudi; laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh kantor akuntan publik yang masuk kategori big five.
Sementara itu, pada diktum Kedelapan B memyebut tentang pengenaan sanksi bagi perusahaan yang melanggar. Namun sifatnya berupa rekomendasi Kemenhub kepada kementerian yang menangani bidang komunikasi dan informatika. Kini, itu merujuk ke Kementerian Komdigi.
Rincian Biaya Penunjang
Masih dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001/2022, disebutkan pula 5 poin yang masuk dalam komponen biaya penunjang. Ini tertuang dalam lampiran III beleid tersebut. Diantaranya:
A. Asuransi keselamatan tambahan
B. Penyediaan fasilitas pelayanan mitra pengemudi
C. Dukungan pusat informasi
D. Bantuan biaya operasional
E. Bantuan lainnya
Advertisement
