Tarif Ojek Online Bisa Kembali Turun?

Keputusan untuk melakukan survei tarif ojek online berdasarkan kesepakatan bersama antara Grab dan Go-Jek sebagai aplikator.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2019, 19:30 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2019, 19:30 WIB
20161003-
Pengemudi ojek online. Liputan6.com/Johan Tallo

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengevaluasi aturan baru mengenai tarif ojek online yang berlaku sejak 1 Mei 2019. Dalam 10 hari kedepan, pihaknya memastikan apakah akan ada perubahan kembali atau aturan ojek online tetap berlaku.

"Diharapkan sebelum tanggal 20 Mei hasil survei bisa keluar sehingga menjadi feedback bagi kami. Adapkah tarif ini terlampau besar atau tidak. Kalau mencukupi berarti tidak perlu ada perubahan, tapi kalau terlalu besar akan kita koreksi kembali," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi di Gedung Kemenhub, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Budi mengatakan, ada potensi tarif ojek online kembali diturunkan. Namun tetap harus menunggu dari hasil survei. Adapun, survei tersebut mencakup kepatuhan dua aplikator terhadap regulasi tarif baru, juga tanggapan dari masyarakat dan pengemudi ojek online.

"Survei ini dilakukan oleh lembaga independen yang kami tunjuk," imbuh dia.

Budi menyatakan, keputusan untuk melakukan survei berdasarkan kesepakatan bersama antara Grab dan Go-Jek sebagai aplikator. Sebab, sejak diberlakukan tarif baru, mereka mengakui adanya penurunan penggunaan ojek online.

"Go-Jek sempat menyatakan penurunan order, sehingga mereka sempat kembali menerapkan tarif lama. Setelah semalam saya bicara dengan mereka, diputuskan saat itu juga untuk kembali mengikuti tarif dari yang berlaku dalam regulasi baru ini," tutur dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Permintaan Turun

Semrawut Ojek Online Mangkal di Badan Jalan Bikin Kemacetan
Puluhan sepeda motor milik pengendara ojek online saat parkir di badan jalan kawasan Mangga Dua, Jakarta, Selasa (23/4). Kurangnya pengawasan petugas dan tidak disiplinnya pengendara ojek online menyebabkan kemacetan kendaraan yang melintas di kawasan tersebut. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, pada Minggu (5/5) cuitan warganet heboh melihat Gojek justru kembali menurunkan tarif minimum Go-Ride. Masyarakat pun banyak yang berkomentar bahwa Gojek tidak taat pada aturan yang ditetapkan pemerintah.

Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita ambil suara terkait insiden ini. Dia tidak menampik bahwa terjadi penurunan permintaan pasca pemberlakuan tarif baru bagi mitra driver Gojek.

"Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi selama tiga hari pertama pemberlakuan tarif uji coba, kami melihat adanya penurunan permintaan (order) GO-RIDE yang cukup signifikan sehingga berdampak pada penghasilan mitra driver kami," ujar dia.

Dia menjelaskan, perusahaan memang tetap memberlakukan beberapa promosi agar tarif tidak terlampau tinggi. "Dalam penerapan tarif uji coba ini, kami tetap melakukan berbagai program promosi (diskon tarif) kepada konsumen. Hal ini baik untuk jangka pendek, namun tidak baik untuk keberlangsungan usaha secara jangka menengah dan panjang," terangnya

Sekedar diketahui, tarif ojek online yang baru ini terbagi menjadi tiga zona. Zona pertama meliputi Sumatera Jawa (kecuali Jabodetabek) dan Bali. Sementara zona kedua meliputi Jabodetabek, dan zona ketiga meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua.

Adapun tarif untuk zona pertama di kisaran Rp 1.850 hingga Rp 2.300 per km nett untuk pengemudi. Sementara biaya jasa minimal yang diterima pengemudi adalah Rp 7000 hingga Rp 10.000 per 4 km.

Sementara untuk zona kedua tarif yang didapatkan oleh pengemudi yakni Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per km. Adapun biaya jasa minimalnya yakni Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per 4 km.

Lalu terakhir zona ketiga adalah Rp 2.200 hingga Rp 2.600 per km. Adapun biaya jasa minimalnya adalah Rp 7.000 hingga Rp 10000 per 4 km.

Banyak Keluhan, Kemenhub Bakal Evaluasi Tarif Baru Ojek Online

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku telah menerima berbagai tekanan dari berbagai pihak mengenai soal pemberlakuan tarif ojek online (ojol).

Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019, sejak 1 Mei 2019 pemberlakuan tarif ojek online resmi diberlakukan.

Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani mengatakan, dari hasil kajian bersama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memang banyak pihak merasa keberatan dengan pemberlakuan tarif tersebut. Padahal, kebijakan tersebut dibuat agar kesejahteraan pihak driver meningkat.

"Sementara memang diinformasikan tarifnya terlalu mahal yang sudah kita tetapkan. Kemudian, di sisi lain, setelah terjadi ribut-ribut banyak, berdampak juga kepada temen-temen driver. Dari sisi driver sudah ada kenaikan pas tanggal 1, walaupun tuntutan mereka lebih baik. Artinya dengan harga seperti itu mereka menganggap layak," kata dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Kemudian, tekanan lain pun datang dari masyarakat. Dari hasil evaluasi sejak ditetapkan tarif batas atas dan bawah para pengguna jasa ojol justru keberatan.

Dari laporan yang diterima pihaknya mereka keberatan dengan tarif tersebut, sebab lebih mahal daripada biasanya.

"Kedua, masalahnya timbul dari sisi penumpang. Dari sisi penumpang juga ada beberapa, dari medsos, dari saya juga dapat informasi, dari lembaga konsumen ada yang menyatakan tarifnya naiknya gila-gilaan," kata dia.

Sebagai tindak lanjut dari beberapa laporan yang masuk, Kementerian Perhubungan juga akan mengevaluasi. Salah satunya dengan mengamati di sejumlah lima titik kota besar seperti di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makasar.

Adapun tujuan dari pengamayan tersebut untuk mencari tahu bagaimana presepsi masyarakat sesungguhnya terhadap kenaikan tarif ini. Pihaknya juga akan menggandeng sejumlah lembaga independen untuk melakukan pengamatan.

"Artinya saya mengevaluasinya harus dengan data riil, walaupun itu sampel, kami akan melakukan sampai kurang lebih 10 hari. Akan melakukan pengamatan itu. Baik dari sisi driver, kemudian sisi masyarakat, dan yang terakhir dari kepatuhan terhadap aturan itu dari aplikator. Jadi ini sedang kita lakukan, tunggu hasilnya," tutur dia.

Dia menambahkan, jika hasil evaluasi selama 10 hari telah usai dilakukan dan didapatkan berbagai data di lapangan maka pihaknya akan kembali mendiskusikan bersama seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan. "Jadi hipotesanya dua, apakah tetap (tarifnya) atau turun," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya