Pengamat: Kehadiran Maskapai Asing Ancam Penerbangan RI

Pengamat menilai mengundang maskapai asing bukan solusi arena dapat ganggu kepentingan nasional terutama di sektor perhubungan udara.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jun 2019, 13:10 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2019, 13:10 WIB
Ilustrasi pesawat yang berada di dekat bendara (AFP Photo)
Ilustrasi pesawat yang berada di dekat bendara (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Mahalnya tiket pesawat menjadi masalah yang berlarut-larut. Hal tersebut dimulai sejak akhir tahun lalu dan berlanjut terus hingga musim arus mudik dan balik Lebaran 2019.

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan membuka pintu bagi maskapai asing yang ingin membuka rute penerbangan di tanah air. Hal itu guna menurunkan harga tiket pesawat maskapai domestik yang dinilai terlalu kehamahalan.

Pengamat penerbangan sekaligus mantan KSAU, Chappy Hakim menyebutkan, mengundang maskapai asing bukan solusi tepat. Bahkan hal itu dapat mengganggu kepentingan nasional terutama di sektor perhubungan udara.

Maskapai asing yang beroperasi di tanah air sendiri terdiri dari dua jenis yaitu format investasi dan saham mayoritas atau cabotage.

"Dua - duanya ada masalah di sana, ada tantangan besar di sana," kata dia dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/6/2019).

Dia menuturkan, cabotage dinilai kurang sejalan, banyak aturan main yang perlu diperbaharui jika ingin mengundang maskapai asing melalui format tersebut.

"Aturan bisa saja kalau kita mengubah, cuma banyak yang harus kita perhitungkan," ujarnya.

Dia menekankan, jangan sampai nanti maskapai asing mengeruk keuntungan dari dalam negeri.

Terutama Indonesia merupakan ladang bisnis yang cukup basah bagi dunia penerbangan sebab merupakan negara kepulana yang otomatis akan sangat bergantung pada koneksi udara.

"Apabila memang benar-benar dibuka kesempatan bagi maskapai asing, maka bisa terjadi bahwa ada maskapai asing yang melihat peluang besar untuk memperoleh keuntungan di Indonesia karena Indonesia negara kepulauan," ujar dia.

Di tengah kondisi maskapai tanah air yang tengah berdarah-darah, kedatangan maskapai asing terutama yang memiliki modal besar akan menjadi pukulan menyakitkan.

"Apabila maskapai asing yang melirik opportunity yang begitu besar dan memiliki kapital kuat, dia bisa dengan mengambil alih semuanya. Tidak ada maskapai asing saja Merpati bangkrut, Garuda belum selesai dengan lilitan utangnya. Bagaimana kalau maskapai asing dengan kapital yang besar bisa mengambil alih semuanya? itu sangat berbahaya," tegasnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Belum Ada Maskapai Asing Ajukan Izin Layani Rute Domestik

Ilustrasi pesawat (iStock)
Ilustrasi pesawat (iStock)

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan hingga saat ini pihaknya belum mendapat permintaan pengajuan izin maskapai asing untung melayani rute penerbangan domestik di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen)  Perhubungan Udara Kemenhub, Polana Banguningsih Pramesti.

"Enggak ada, belum ada," kata dia saat ditemui di Gedung Kemenhub, Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019. 

Polana mengungkapkan, maskapai asing yang ingin beroperasi di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan Perpres No 44 Tahun 2016 yang mengatur tentang perusahaan atau modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Indonesia.

"Maskapai asing harus sesuai dengan ketentuan perpes, harus melewati sistem OSS dan maskapai asing belum ada," ujarnya.

Dia juga menegaskan pemerintah tidak akan mempersulit perizinan maskapai asing yang ingin membuka rute di Indonesia. Selain itu, sejauh ini tidak ada wacana untuk menerbitkan regulasi baru terkait proses masuknya maskapai asing ke Indonesia.

Semua aturan, lanjutnya, masih tetap sama seperti sebelumnya yang telah dilakukan oleh maskapai asing yang sudah bermain di Indonesia, yaitu Air Asia dan Mandala Tiger.

"Enggak sulit, Mandala Tiger juga pernah. Enggak akan susah, Air Asia pernah. Tapi bukan asing, sesuai dengan regulasi lah maskapai asing investasi," ujar dia.

JK: Maskapai Asing Bukan Solusi Turunkan Harga Tiket Pesawat

Dialog Bersama Kaum Milenial Jokowi Di Mata Jusuf Kalla
Wapres Jusuf Kalla menjawab pertanyaan dari kaum muda millenial di komunitas Kamis Kerja, Jakarta, Kamis (21/3). Dialog tersebut untuk mengenal sosok Jokowi dari mata seorang JK yang telah mendampinginya 5 tahun terakhir. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sebelumnya, Presiden Jokowi mewacanakan akan mengundang maskapai asing untuk masuk ke pasar penerbangan di Indonesia. Tujuannya untuk menekan tarif tiket pesawat yang terus melonjak. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai menarik maskapai asing untuk masuk ke pasar penerbangan Indonesia bukan solusi untuk menurunkan tarif tiket pesawat. Dia lalu mencontohkan keberadaan maskapai Air Asia di Indonesia sejak 2004.

"Maskapai asing AirAsia itu dari Malaysia tapi dia juga tidak sanggup bersaing di Indonesia," kata JK di kantornya, Selasa, 11 Juni 2019.

JK mengaku kerap menggunakan maskapai AirAsia pada beberapa tahun lalu. Baik untuk pulang ke kampung halaman di Sulawesi Selatan maupun ke daerah-daerah lain. Namun, saat ini rute penerbangan Air Asia sangat terbatas.

Itu disebabkan Air Asia tak bisa bersaing dengan maskapai lain di Tanah Air. Bahkan, tarif tiket pesawat dalam negeri tidak mengalami penurunan dengan adanya Air Asia.

"Jadi tidak sanggup juga bersaing walaupun masuk maskapai asing bukan solusi. Dia juga tidak bisa bersaing, buktinya AirAsia itu," ujar dia.

 

 

Pengaruhi Nilai Mata Uang

Tarif Batas Atas Tiket Pesawat
Pesawat milik sejumlah maskapai terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

JK mengakui naiknya tarif tiket pesawat memicu perdebatan. Namun, perlu disadari bahwa gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar mempengaruhi tarif tiket pesawat.

Bila tarif tiket pesawat dipaksakan untuk turun, JK khawatir seluruh maskapai penerbangan di Indonesia mengalami kerugian sehingga tak bisa lagi beroperasi.

"Jadi tarif itu dilihat dari sudut mana, jangan hanya dilihat dari sisi konsumen lihat juga dari sisi airlinenya," kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya