PPh Badan Turun Jadi 20 Persen, Pemerintah Hilang Pendapatan Rp 53,16 Triliun

Indef melihat kebijakan PPh Badan belum tentu efektif menarik minat investasi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Jun 2019, 09:31 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2019, 09:31 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti rencana pemerintah yang hendak menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 25 persen ke 20 persen untuk menarik minat investasi ke Indonesia. Kebijakan ini dianggap bisa berpotensi merugikan negara hingga Rp 53,16 triliun.

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, pihaknya melihat kebijakan tersebut belum tentu efektif menarik minat investasi. Ini mengingat banyak persoalan serius terkait perpajakan maupun di luar perpajakan yang justru menjadi masalah .

"Ini sangat terkait dengan administrasi perpajakan maupun insentif perpajakan, transparansi, kesederhaaan sistem pemungutan (user friendly) dan lain sebagainya serta konsistensi peraturan," ujar dia, Senin (24/6/2019).

Faktor lain, ia menambahkan, sangat terkait dengan stabilitas politik, ketenagakerjaan, infrastruktur yang memadai, hingga konsistensi fasilitias fiskal di daerah yang ditetapkan pada sebagai kawasan khusus, kawasan industri maupun kawasan perdagangan bebas.

Tauhid pun mewanti-wanti pemerintah agar berpikir mengenai antisipasi dari dampak terhadap perpajakan. INDEF disebutnya memperkirakan penerimaan PPh Badan tanpa penurunan tarif pada 2019 sebesar Rp 265,78 triliun.

Apabila PPh Badan diturunkan sebesar 20 persen, lanjutnya, maka penerimaan PPh akan menjadi sebesar Rp 212,63 triliun.

"Dengan kata lain, pemerintah akan kehilangan pajak dari PPh Badan sebesar Rp 53,16 triliun. Ini dengan catatan bahwa PPh Badan ini dikenakan tanpa memperhitungan insentif fiskal lainnya," ungkapnya.

Bila kebijakan ini jadi diterapkan awal Juli nanti, ia khawatir defisit neraca transaksi berjalan akan semakin membesar mencapai minus Rp 349,16 triliun atau sebesar 2,12 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Saya melihat akan terjadi penurunan pada sumbangan investasi pemerintah pada pertumbuhan ekonomi apabila kebijakan ini dilakukan dalam waktu dekat tanpa dilakukan persiapan matang. Alih-alih meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun justru akan membuat kondisi tidak lebih baik dalam jangka pendek," tandasnya.

Hingga Mei 2019, Penerimaan Perpajakan Baru 31 Persen

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 728,45 triliun atau 33,64 persen dari target APBN pada akhir Mei 2019. Capaian tersebut tumbuh sebesar 6,19 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi pendapatan negara meliputi realisasi penerimaan perpajakan, PNBP dan penerimaan hibah. Pada Mei 2019, penerimaan perpajakan baru mencapai Rp 569,32 triliun atau 31,87 persen jika dibandingkan target dalam APBN 2019.

"Sementara PNBP sebesar Rp158,42 triliun atau 41,88 persen dan penerimaan hibah sebesar Rp 706,30 miliar atau sekitar 162,25 persen," ujar Sri Mulyani saat memberi keterangan di Kantor Kemenkeu, Jumat (21/6/2019).

Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, penerimaan perpajakan mampu tumbuh sebesar 5,69 persen (yoy), PNBP tumbuh sebesar 8,61 persen (yoy), sedangkan untuk penerimaan hibah tumbuh negatif sebesar 51,13 persen (yoy).

Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp 496,65 triliun atau 31,48 persen dari target APBN 2019, tumbuh 2,43 persen (yoy). Realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Mei 2019, ditopang oleh Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas yang mencapai Rp 294,14 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN dan PPnBM) sebesar Rp173,31 triliun.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya