Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, insiden pemadaman listrik massal atau blakcout yang terjadi di wilayah Jabodetabek dan sebagian Jawa pada Minggu kemarin turut menimbulkan adanya kerugian material lebih dari Rp 200 miliar.
Analisis kerugian tersebut dilakukan pada 82 pusat perbelanjaan dan 2.500 lebih toko ritel modern swa kelola yang ada di kawasan Jakarta.
Ketua Aprindo, Roy Nicolas Mandey, menyayangkan pemadaman listrik yang terjadi di wilayah terdampak. Dia pun mengatakan, PLN seharusnya memberi pengatahuan terlebih dahulu akan adanya pemadaman listrik.
Advertisement
"PLN seyogyanya memberi pengumuman terlebih dahulu kepada pelaku usaha agar bisa mempersiapkan cara tetap memberi pelayanan maksimal kepada konsumen, dan masyarakat pun tetap bisa mendapat haknya sebagai konsumen," ujar dia seperti ditulis selasa (6/8/2019).
Dia menambahkan, potensi penjualan menurun lantaran pemadaman terjadi di hari Minggu. Sementara hari tersebut biasanya digunakan masyarakat untuk menghabiskan waktu luangnya di gerai ritel modern atau pusat perbelanjaan.
"Potensi kehilangan penjualan terlihat betul, karena masyarakat akhirnya enggan atau membatalkan keinginan berbelanja nya," ucapnya.
Baca Juga
Tak hanya itu, ia menilai biaya operasional ritel modern pun ikut membengkak akibat kejadian ini. Sebab, lanjutnya, beberapa gerai harus menggunakan genset diesel untuk dapat beroperasi.
"Demi kenyamanan konsumen, kami menggunakan genset diesel berbahan bakar solar yang tentu berimbas pada naiknya biaya operasional, dan itu seharusnya tidak perlu kami keluarkan," jelas dia.
Menurut Roy, dampak kejadian ini membuat kenyamanan masyarakat menjadi terganggu. Itu lantaran fasilitas umum yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat tidak dapat berfungsi dengan normal.
"Contohnya seperti jaringan pembayaran elektronik dan kualitas produk , bisa jadi menurun," sebut dia.
Oleh karenanya, ia pun berharap, PLN sebagai satu-satunya perusahaan penyalur listrik milik negara bisa bertindak lebih cepat dan tanggap apabila ada gangguan terhadap transmisi dan sistem jaringan kelistrikan.
"Kami setuju bahwa seharusnya PLN mempunyai sistem mumpuni untuk mengantisipasi masalah semacam ini, back up plan yang reaktif terhadap gangguan dan contigency plan yang terencana," pungkas dia.
Gara-gara PLN, Kepercayaan Investor ke Indonesia Berkurang?
Pemadaman listrik total (black out) di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten dampaknya menganggu aktivitas ekonomi secara signifikan. Mulai dari perkantoran, pusat perbelanjaan hingga industri manufaktur. Telebih, penanganan yang dilakukan PLN, dianggap Presiden Jokowi lamban.Â
Peneliti Insitute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengungkapkan investasi di manufaktur diperkirakan akan melambat. Hal itu dikarenakan investor merasa pasokan energi tidak pasti.
"Jika mereka ekspansi pabrik tapi jaminan energi listrik tidak stabil ya mereka cari negara lain yang lebih siap, jadi pengaruhi investasi," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Senin (5/8/2019).Â
BACA JUGA
Imbas lain pemadaman listrik adalah berefek ke pelayanan masyarakat dari rumah sakit, kantor pemerintah juga banyak yang terimbas.
"Selain itu merugikan UMKM di Jabodetabek dan wilayah yang terganggu. Bisa dibayangkan pekerjaan seperti bengkel, makanan minuman yang bergantung pada listrik terganggu," ujarnya.
Menurutnya, UMKM menjadi korban yang paling rentan karena tidak smua mampu beli genset untuk mem back up aktivitas bisnis ketika listrik padam.
Selain itu, pemadaman listrik yang berimbas ke jaringan telepon dan internet juga mempengaruhi jual beli secara online. Order jadi terlambat, dan konsumen mengeluh.
"Kerugian ekonomi secara total ditaksir bisa menembus triliunan jika kondisi pemadaman terus berlanjut selama 2-3 hari. Apalagi lebih dari 70 persen uang beredar di Indonesia terpusat di DKI Jakarta. Artinya kalau pusat ekonomi terganggu imbasnya ke pertmbuhan secara nasional," tutupnya.
Advertisement