Dampak dan Penyebab Iuran BPJS Naik Dua Kali Lipat

Sejak tahun 2014, BPJS Kesehatan mengalami defisit mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Agu 2019, 21:14 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2019, 21:14 WIB
Iuran BPJS Kesehatan Naik Bikin Pemkot Malang Seleksi Ketat Peserta PBI
Petugas di loket pelayanan BPJS Kesehatan Malang. Pemerintah berencana kenaikan iuran seluruh kategori BPJS Kesehatan (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani memstikan akan menaikan iuran Badan Penyelenggara Kesehatan (BPJS) Kesehatan serentak pada tahun 2020. Kenaikan mencapai 100 persen dari tahun ini.

Rincian usulan kenaikan oleh Kementerian Keuangan berupa kelas III dari Rp 25.5 ribu menjadi Rp 42 ribu kemudian kelas II dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, terakhir kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu.

Penyebab Kenaikan, Terus Mengalami Defisit

Proses Pendaftaran BPJS Butuh Waktu 14 Hari, Mengapa?
Proses administrasi BPJS Kesehatan untuk kategori peserta mandiri membutuhkan banyak waktu karena banyak hal teknis yang harus dilengkapi

Sejak tahun 2014, BPJSKes mengalami defisit mencapai sekitar Rp 1,9 triliun. Defisit terus berlanjut di tahun 2015 yaitu menjadi Rp 9.4 triliun. Sementara pemerintah sudah turut campur tangan menyuntikkan dana sebesar Rp 5 triliun. Agar BPJSKes dapat terus menyediakan pelayanan kesehatannya.

"Setahun kemudian di 2015 langsung meledak ke Rp 9.4 triliun, 2016 agak turun sedikit ke Rp 6.7 triliun karena ada kenaikan iuran. Sesuai dengan Perpres iuran itu tiap 2 tahun direview namun sejak 2016 sampai sekarang belum direview lagi," ungkap Sri Mulyani. Dikutip dari Merdeka.com

Iuran terus meningkat di tahun 2017 menjadi Rp 13.8 triliun. Hal tersebut membuat pemerintah campur tangan kembali dengan suntikan dana sebesar Rp 3.6 triliun. Defisit masih berlanjut hingga tahun 2018 sebesar Rp 19.4 triliun dan diprediksikan 2019 akan lebih besar.

15 Juta Peserta BPJS Nunggak

Salah satu penyebab lainnya adalah sekitar 15 peserta nunggak pembayaran iuran. Alasan tersebut membuat BPJSKes terus mengalami defisit tahun ini yaitu sebesar Rp 28.5 triliun.

"Estimasi kita pada current running seperti ini Rp 28.5 triliun. Ini carried dari tahun lalu Rp9,1 triliun plus yang ada tahun ini kan Rp19 triliun," kata Direktur Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Kemal Imam Santoso.

Dampak: BPJS Kesehatan Akan Surplus

Ilustrasi BPJS Kesehatan
Ilustrasi BPJS Kesehatan

Kenaikan BPJSKes akan membantu keuangan BPJSKes untuk mengurangi defisit yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Setidaknya dengan kenaikan iuran, BPJSKes akan surplus menjadi Rp 11.59 triliun di tahun 2021.

"Untuk 2021, 2022 sampai 2023 proyeksi berdasarkan jumlah peserta dan utilisasi surplus Rp11.59 triliun untuk 2021, Rp8 triliun untuk 2022, dan 2023 surplus ke Rp4.1 triliun. Makin kecil karena jumlah peserta naik, utilisasi meningkat," ujar Sri Mulyani.

Selanjutnya kenaikan tersebut akan dievaluasi kembali pada tahun 2025.

Jangkauan Penyakit yang Ditanggung Makin Luas

Sesuai dengan kenaikan iuran tersebut, pemerintah dapat memperluas jangkauan rawat inap sebab perluasan tersebut diyakini mampu menarik peserta BPJSKes agar lebih taat membayar iuran.

"Tahun-tahun ke depan utilisiasi JKN akan meningkat. Saat ini rawat inap 5,73 per mil, ke depan akan meningkat 8,12 per mil dan untuk rawat jalan dari 42,1 per mil akan meningkat jadi 64,46 mil. Kalau masyarakat semakin mengetahui akan ada jaminan kesehatan, dia akan makin merasa memiliki hak menggunakan (BPJS Kesehatan)," tegas Sri Mulyani.

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya