Pemerintah Revisi 72 Aturan Investasi di Pusat dan Daerah

Dari 72 aturan tersebut bakal menyangkut semua peraturan di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2019, 19:15 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2019, 19:15 WIB
Rapat Kerja
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Gubernur BI Perry Warjiyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019). Raker tersebut membahas mengenai asumsi dasar makro dalam RAPBN 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana merombak 72 aturan terkait dengan perizinan investasi guna menarik lebih banyak investor masuk ke dalam negeri. Nantinya skema yang digunakan melalui Omnibus Law atau pembuatan beleid yang menyatukan sejumlah aturan menjadi satu undang-undang (UU) yang akan dijadikan payung hukum baru.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, dari 72 aturan tersebut bakal menyangkut semua peraturan di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sehingga diharapkan perizinan ke depan nantinya dapat mengundang para investor asing masuk.

"Sebanyak 72 itu dari mulai izin-izin di daerah, termasuk proses di mana menyeimbangkan mengenai lingkungan dengan kecepatan dan player of izin lampiran dari perizinan pusat dan daerah," kata Sri Mulyani ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, untuk sementara waktu baru 72 peraturan yang akan direvisi. Sebab dalam pelaksanaanya untuk mengubah aturan tersebut tidak mudah butuh proses identifikasi panjang.

"Ini dulu saja harus dimasukkan dalam sebuah peraturan untuk bisa mengurangi jadi gini saja masih membutuhkan proses yang betul-betul mengidentifikasi hal-hal yang menjadi penghalang investasi," tandas dia.

Sebelumnya, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan III Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Eduard Sigalingging, mengatakan ada sebanyak 72 aturan yang akan direvisi salah satunya terkait retribusi. Namun dia memastikan, revisi tersebut tidak akan mengganggu penerimaan daerah dari pajak dan retribusi.

"Ini mau dikaitkan juga dengan undang-undang pajak dan retribusi daerah. Kita jangan melihat bahwa karena dengan membuat target retribusi daerah (turun), sementara dikaitkan dengan kriteria meningkatkan investasi," ujarnya di Kemenko Perekonomian.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Komite Pemantau Temukan Ada Daerah Belum Terapkan Perizinan Terpadu

Jokowi Tinjau Ruang Pelayanan Terpadu Kemenlu
Suasana saat Presiden Jokowi meninjau Ruang Pelayanan Terpadu di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (12/2). Ruang Pelayanan Terpadu melayani pembuatan paspor, legalisasi dokumen, perizinan tinggal orang asing dan lainnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Boedi Reza, menyatakan bahwa masih ada beberapa daerah yang belum juga menerapkan Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Berbasis Elektronik atau Online Single Submission (OSS). Bahkan, daerah bisnis utama seperti DKI Jakarta pun belum menerapkan OSS secara keseluruhan.

"DKI Jakarta baru mengintegrasikan Jakvo dan OSS hanya pada pelayanan perizinan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Izin-izin yang lain masih dilayani di sistem mandiri DKI Jakarta," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (11/9/2019). 

Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan meluncurkan sistem layanan mandiri yang disebut Jakevo, aplikasi dengan fungsi yang sama seperti OSS.

Tak hanya Jakarta, Surabaya juga masih menggunakan layanan mandiri untuk pelayanan perizinannya. Kota Pahlawan tersebut masih menggunakan peraturan lama untuk pelayanan perizinan, namun sudah menerbitkan peraturan daerah Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).

"Surabaya kendala pada komitmen kepala daerah OSS pun tidak menjamin pelaku usaha satu tempat, satu sistem. Izin nomor (INB) berusaha harus datang ke dinas sekretariat. OSS sebataas penerbitan NIB aja," terang dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya