Liputan6.com, Banten - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Banten, menjadi andalan Pasokan listrik Jawa Bali. Berusia menginjak 38 tahun, pembangkit yang dioperasikan PT Indonesia Power tersebut masih beroperasi optimal.
Direktur Operasi I Indonesia Power Hanafi Nur Rifai mengatakan, Pembangkitan Suralaya pertama kali dibangun pada tahun 1984 dengan dua unit pembangkit. Secara bertahap kemudian meningkat hingga menjadi tujuh unit pembangkit dengan total kapasitas terpasang 3.440 Mega Watt.
Advertisement
Baca Juga
"Unit 1 sampai 4 masing masing berkapasitas 400 MW, unit 5-7 berkapasitas 3x600 MW beroperasi pada 1997. Ini secara kapasitas lebih besar. Total unit pembangkit Suralaya," kata Hanif, di kawasan PLTU Suralaya, Cilegon Banten, Selasa (24/9/2019).
Kompleks PLTU yang merupakan terbesar di Indonesia ini memproduksi sekitar 50 persen dari total produksi listrik PT Indonesia Power. Pembangkit menyumbang 17 persen dari energi listrik kebutuhan Jawa,Madura dan Bali.
General Manager PLTU Suralaya Amlan Nawir mengungkapkan, PLTU Suralaya masih tetap optimal dalam memasok listrik ke jaringan transmisi Jawa Bali, meski usianya sudah menginjak 34 tahun.
Indonesia Power pun melakukan berbagai upaya agar PLTU Suralaya tetap bisa menjadi tulang punggung kelistrikan, yaitu pemeliharaan secara rutin, melakukan pembaruan teknologi pada pembangkit sehingga mesin pembangkit tetap prima.
Upaya berikutnya adalah memastikan keberlanjutan pasokan batubara sebagai sumber energi primer. Batubara untuk PLTU Suralaya tersebut berasal dari Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur.
Selain itu, Indonesia Power juga melakukan sertifikasi profesi para operator pembangkit, sehingga dapat bekerja secara profesional.
"Untuk menjaga kehandalan performa kami melakukan improvement, sehingga dalam 34 tahun kami memberikan pelayanan masih seperti awal 3.400 MW masuk sistem," tandasnya.
PLTU Suralaya Dituding Penyebab Polusi Jakarta, Ini Pembelaan PLN
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya menjadi sorotan belakangan ini, sebab diduga menjadi penyumbang polusi udara Jakarta oleh beberapa pihak.
PT Indonesia Power Unit Pembangkitan Suralaya selaku merespon dugaan tersebut, dengan menjabarkan sejumlah fakta terkait pengoperasian PLTU dengan total kapasitas 4.025 Mega Watt (MW) tersebut.
General Manager PLTU Suralaya Amlan Nawir mengungkapkan, berdasarkan topografi PLTU Suralaya terkurung bukit-bukit yang ada di pinggiran Selat Sunda.
Baca Juga
"Saya cerita topografi Suralaya, ini perbukitan. Suralaya itu dibalik bukit Selat Sunda," kata Amlan, di PLTU Suralaya, Cilegon Banten, Selasa (24/9/2019).
Untuk menanggapi kabar pencemaran udara Jakarta akibat PLTU, Indonesia Power pun menggandeng konsultan untuk mengevaluasi kondisi hasil pembakaran batubara dari PLTU Suralaya.
"Pencemaran Jakarta dari Suralaya, kami coba hier konsultan untuk melakukan riset. Ini data dilakukan PT Ganesha Environmental &Energy Services," tuturnya.
Dari hasil evaluasi, asap hasil pembakaran sebagian besar batubara terbawa angin ke arah utara dan selatan atau menuju Samudera Indonesia, sedangkan Jakarta berada di sisi timur pembangkt tersebut.
"Ada memang angin barat tapi relatif lebih kecil. Data menunjukan 60 persen kecepatan angin ke utara dan selatan. Ini ke laut perginya," lanjutnya.
Advertisement