Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, salah satu tantangan bagi industri garmen Tanah Air adalah peredaran baju bekas pakai dari luar negeri. Karena itu, pihak terus berupaya menggagalkan upaya penyelundupan balpres pakaian bekas.
"Kami lakukan penindakan terhadap penyelundupan balpres pakaian bekas. Kenapa penting kami hentikan karena dia akan mengganggu industri garmen yang sekarang ingin kami tumbuh kembangkan," kata dia, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Dia mengatakan, pada 2018 pihaknya telah melakukan penindakan terhadap 349 kapal penyelundup pakaian bekas. Sementara hingga September 2019, telah ditindak 311 kapal.
Advertisement
Baca Juga
"Kapal kayu berukuran 100-200 GT yang bawa ballpres. Satu kapal bisa isi 1.000 ball dan isinya bisa isi 1.000 lembar baju atau celana," ungkapnya.
Sementara untuk nilai baju bekasselundupan yang berhasil digagalkan tersebut mencapai Rp 48,96 miliar pada 2018. Sedangkan hingga September 2019 nilai balpres selundupan mencapai Rp 42,1 miliar.
"Ballpres itu sedemikian murahnya karena di satu sisi ini bisa dipaket untuk dikonsumsi oleh saudara-saudara kita yang berpenghasilan sangat rendah," urai Heru.
"Dan sisi yang lain ballpres ini sengaja dibuang karena di negara yang sudah maju, menyimpan baju itu mahal. Sehingga kalau ada yang mau menampung dan dikirim ke Indonesia dia malah senang. Malahan mungkin dikasih ongkos untuk kirim," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Impor Baju Bekas Rawan Penyakit
Fenomena penjualan baju bekas impor (ballpress) masih banyak merajai penjualan pakaian di Indonesia. Baju bekas impor tersebut sangat banyak diminati, selain karena murah juga terdiri dari berbagai merek ternama.
Kepala Seksi Tempat Penimbunan Berikat Lainnya Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Irwan Mashud mengatakan, impor baju bekas umumnya datang dari Malaysia dan Singapura. Dia menegaskan, impor baju bekas umumnya dilarang pemerintah.
BACA JUGA
"Ballpres itu banyaknya dari Malaysia dan Singapura. Baju bekas dari luar negeri itu dilarang, karena akan merusak industri kita juga yang di dalam," ujar Irwan saat ditemui di Sunter, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Irwan melanjutkan, alasan pemerintah melarang impor baju impor karena rawan membawa penyakit ke dalam negeri. Selain itu, impor pakaian bekas juga membuat industri dalam negeri tertekan.
"Dari sisi ekonomi tidak terlalu besar, tetapi dampaknya ke kesehatan. Kita tidak tahu dia bawa penyakit atau seperti apa. Satu dari sisi merusak ekonomi dan kesehatan. Karena yang tertekan itu adalah industri," jelasnya.
Advertisement