Tak Hanya Mahasiswa, Ekonom Ramai-Ramai Tolak UU KPK

Para ekonom tegas menilai UU KPK memang melemahkan KPK dan efeknya buruk bagi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 18 Okt 2019, 12:31 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2019, 12:31 WIB
Lipsus Bitcoin
Fithra Faisal Hastiadi, pengamat ekonomi Universitas Indonesia (Liputan6.com/Balgoraszky Arsitide Marbun)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom UI Fithra Faisal menyebut UU KPK turut berpotensi buruk ke perekonomian, sebab UU itu membuat masyarakat bergejolak. Investor pun diprediksi menahan diri karena ingin melihat langkah pemerintah menghadapi gelombang protes ini.

"Investor asing membaca itu sebagai aspirasi mayoritas, berarti ada usaha melemahkan KPK, padahal kalau dari sisi lain, kalau kita melihat jenis hambatan investasi, korupsi selalu teratas," jelas Fithra seperti ditulis Jumat (18/10/2019) di Jakarta.

Tak hanya Fithra, ratusan dosen lain juga berjuang menyuarakan surat terbuka permintaan penerbitan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang KPK (Perppu KPK). Para ekonom tegas menilai UU KPK memang melemahkan KPK dan efeknya buruk bagi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

"Pelemahan fungsi penindakan KPK akibat UU KPK akan menghambat kinerja program-program pencegahan KPK. Dampak pelemahan KPK ternyata tidak banyak membebani KPK, namun justru membebani DPR, pemerintah dan masyarakat," demikian bunyi surat terbuka tersebut.

Sebagai rekomendasi, para ekonom meminta presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK atau semakin memperkuat KPK. Ekonom serta akademisi dari universitas dan institusi ternama ikut mendukung rekomendasi tersebut.

Beberapa nama yakni ekonom Piter Abdullah (CORE), Arti Adji (UGM), Evi Noor Afifah (UGM), Wuri Handayani (UGM), Vid Adrison (UI), Teguh Dartanto (UI), Faisal Basri (UI), Didin Damanhuri (IPB), dan Rumayya Batubara (Unair).

Ada pula nama Vivi Alatas yang merupakan mantan Ekonom Kepala (Lead Economist) Bank Dunia di Indonesia dengan spesialisasi bidang kemiskinan. Vivi dan Faisal Basri pun turut mengedarkan surat itu di media sosial.

Surat itu sendiri merupakan inisiatif Rimawan Pradiptyo (UGM), Teguh Dartanto (UI), Sonny Priarsono (IPB), dan Arief Anshory Yusuf (Unpad). Jumlah dosen yang mendukung pun terus bertambah.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


KEIN Berharap Polemik UU KPK Tak Ganggu Sektor Ekonomi

KEIN
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional atau KEIN Soetrisno Bachir (tengah) saat berdiskusi dengan media di Jakarta, Senin (27/5/2019). Diskusi tersebut membahas percepatan investasi dan ekspor untuk mendorong pertumbuhan yang berkualitas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir berharap agar ekonomi bisnis di Indonesia tidak terseret jauh ke dunia politik terkait polemik revisi UU KPK. 

"Saya cuma mengatakan bahwa dunia ekonomi bisnis itu harus mulai terlepas dari persoalan politik, seperti negara negara lain, di parlemen lempar lemparan kursi tapi tetap jalan. Saling caci maki tapi ekonomi tetap jalan," tuturnya di Surabaya, Senin (7/10/2019).

Dirinya mencontohkan beberapa negara lain yang meskipun politiknya tengah bergejolak namun ekonominya tetap berjalan.

"Di Thailand pemerintahannya berganti pun ekonominya tetap jalan. Jadi kegaduhan politik itu jangan menyebabkan ekonomi tersendat," ucapnya.

Dirinya pun mengajak untuk membendung politik yang diseret jauh ke dalam dunia ekonomi bisnis. Soetrisno tidak mau politik yang tidak sehat bisa menyebar ke berbagai sektor.

"Kita harus membendung agar arus jahat dari politik tidak menyebar ke perguruan tinggi ormas keagamaan, ini yang harus kita jaga semua, sehingga kehidupan masyarakat maupun kehidupan berekonomi tidak terganggu dengan kegaduhan politik," kata dia.

Saat disinggung mengenai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, Soetrisno mengimbau masyarakat sepenuhnya menyerahkan penerbitan Perppu kepada Presiden Joko Widodo dan DPR.

"Nanti urusan presiden apakah mau menerbitkan itu, apa Perppu ataukah ada opsi lain, itu kita serahkan kepada presiden dan parlemen," ujarnya.


Temui Moeldoko, Mahasiswa Desak Jokowi Terbitkan Perppu UU KPK

Presiden Jokowi Beri Keterangan Terkait Revisi UU KPK
Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko dan Mensesneg Pratikno menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Sebelumnya, sejumlah mahasiswa menemui Kepala Staf Kepresiden Moeldoko. Mereka mendesak agar Presiden Jokowi segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

"Kita komunikasi untuk arahnya menunggu kepastian dari pihak negara bahwa substansi kita khususnya di UU KPK ada kepastian. Minimal dari Pak Jokowi selaku eksekutif bisa ada statement mengeluarkan Perppu," kata Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dino Ardiansyah usai bertemu Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Selain perppu UU KPK, mereka meminta agar mahasiswa yang ditahan aparat kepolisian dibebaskan. Mahasiswa menuntut polisi mengusut tuntas pelaku yang melakukan tindakan anarkis.

"Kita tetap menyampaikan tujuh tuntutan. Tuntaskan reformasi ditambah kita menuntut pemerintah dan negara usut tuntas pelaku yang tidak bertanggungjawab sehingga kawan-kawan kita meninggal," ucap Dino.

Menurut dia, seluruh tuntutan mahahsiswa telah disampaikan kepada Moeldoko. Dino menyebut mantan Panglima TNI itu berjanji akan meyampaikan hal tersebut kepada Jokowi.

"Pak Moeldoko akan menyampaikan kepada Pak Jokowi untuk dipertimbangkan. Dan tadi semuanya akan diakomodir," jelasnya.

Selain Universitas Trisakti, ada pula perwakilan mahsiswa dari Universitas Paramadina, Universitas Bakrie, hingga Universitas Kristen Krida Wacana yang menemui Moeldoko. Dino mengatakan bahwa kampun yang datang kali ini bukan Badan Eksektutif Mahasiwa Seluruh Indonesia.

Namun, dia menegaskan bahwa tidak ada perpecahan meski universitas swasta terlebih dahulu berdialog dengan pemerintah. Dino menyatakan bahwa keinginan seluruh universitas sama, yaitu ingin Jokowi menerbitkan perppu KPK.

"Oh tidak (ada perpecahan). Ini beberapa kampu, secara substasni sama. Kita disini berpikir mulai komunikasi dengan pemerintah. Ini bukan memecah gerakan kita. Kita tetap solid," tegas Dino.

Presiden Mahasiswa Paramadina Salman Ibnu Fuad mengatakan kedatangan para perwakilan kampus swasta semata-mata agar untuk membuka dialog dengan pemerintah terkait perppu KPK. Melalui pertemuan ini, pemerintah diharapkan dapat mendengar langsung keinginan mahasiswa.

"Kami tahu isu kami dirusak, gerakan kami yang tadinya substansif menjadi gerakan yang ke mana-mana. Sekarang ini kota membuka ruang dialog agar pemerintah lebih utuh dapat info itu," tutur Salman.  

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya