UU Baru Mulai Berlaku, KPK Disebut Tetap Boleh Sadap dan OTT

Wakil Ketua MPR yang juga mantan panja Revisi UU KPK, Arsul Sani mengungkapkan, Jokowi tidak menandatangani UU KPK.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 17 Okt 2019, 17:18 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2019, 17:18 WIB
KPK
Gedung KPK di jalan Kuningan Persada Kavling K4, Jakart Selatan. (Liputan6.com/Lizsa Egeham)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR yang juga mantan panja Revisi UU KPK, Arsul Sani mengaku mendengar kabar Presiden Joko Widodo tidak menandatangani UU KPK baru yang sudah disahkan DPR.

"Ini soal UU KPK, kabar yang saya dengar, karena saya belum sempat mengonfirmasikan kepada Pak Plh Menkum HAM, bahwa Pak Presiden tidak menandatangani UU KPK," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (17/10/2019).

UU KPK baru telah disahkan dalam sidang paripurna DPR 17 September 2019, terhitung 30 hari setelah disidangkan, maka hari ini UU baru itu mulai diterapkan.

Meski dengan UU baru dan Dewan Pengawas belum terbentuk, Arsul menyebut KPK tetap bisa melakukan penyadapan dan OTT.

"Jadi per hari ini belum ada Dewas, KPK boleh melakukan penyadapan, berdasarkan ketentuan dan SOP yang berlaku di internal KPK. Setelah nyadap ditemukan dan OTT, diperbolehkan saja," kata Arsul.

Politisi PPP itu menyatakan informasi yang menyebut KPK tidak bisa menyadap karena belum adanya DP adalah info sesat.

"Dalam Pasal 69 D UU perubahan kedua UU KPK, secara tegas telah menyatakan bahwa dalam hal Dewas belum dibentuk, maka pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang sudah ada itu dilaksanakan bedasarkan ketentuan yang berlaku sebelum UU ini diberlakukan," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya