Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 Diprediksi Dibawah 5 Persen

Virus corona menjadi faktor yang memperburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Mar 2020, 15:15 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2020, 15:15 WIB
Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 dibawah 5 persen. Kondisi ini sudah diprakirakan sejak akhir tahun lalu lantaran pertumbuhan ekonomi global yang melemah.

Kondisi ini semakin nyata setelah penyebaran virus corona pada Januari lalu. Sepanjang tahun 2020 dia perkiraan pertumbuhan ekonomi akan berada di angka 4,9 persen sampai 5,1 persen.

"Dengan adanya virus corona menegaskan kembali (pertumbuhan ekonomi) kita pasti di bawah 5 persen," kata Pieter di Kantor Core Indonesia, Jalan Tebet Barat Dalam No 76A, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (12/3/2020).

Padahal kondisi ini sudah didorong pemerintah dengan melakukan berbagai stimulus. Alasannya, stimulus yang diberikan sifatnya masih terbatas.

Pieter mengatakan, respon kebijakan dari pemerintah masih dianggap belum terukur. Sehingga dampaknya belum terasa signifikan. Sebab, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sifatnya lebih menahan perlambatan ekonomi.

"Sementara penurunan daya beli semakin besar," ujar Pieter.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perang Dagang

Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2018
Pemandangan deretan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kondisi ini diperburuk dengan perang dagang harga minyak antara Arab Saudi dengan Rusia yang makin memperkeruh suasana. Dua negara besar ini saling meningkatkan produksi. Sehingga harga gas pun menurun di kisaran USD 30 per barel.

"Harga akan turun drastis, pemerintah pendapatannya akan lebih turun," ujarnya.

Pieter melanjutkan, perlambatan ekonomi sudah terasa sejak 2015. Pemerintah menghadapi harga komoditas terus turun. Padahal perekonomian Indonesia bergantung pada harga komoditas.

Peran manufaktur pertumbuhannya terus menurun. Kontribusinya kurang dari 5 persen tiap tahunnya.Dibandingkan dengan negara maju, peran dari industri manufaktur sampai 100 persen dan pertumbuhannya 30 persen tiap tahun.

Dia melihat pada tahun 2019, perang dagang Amerika Serikat dan China juga ikut jadi faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab partner dagang Indonesia banyak dengan China.

Memasuki 2020, terjadi optimisme dengan melihat perbaikan harga CPO dan nikel. Namun optimisme itu luruh saat virus corona muncul. Sektor andalan Indonesia pariwisata, manufaktur pun ikut terguncang.

"Kalau tanpa corona kita bisa gembira," tutup Pieter.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya