Cukai Hasil Tembakau Dibutuhkan Pemerintah untuk Penanganan Corona

Langkah pemerintah yang mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk penanggulangan Corona sangat bagus.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Mar 2020, 10:35 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2020, 10:35 WIB
Melihat Perkebunan Tembakau Terbaik di Kuba
Seorang petani membawa daun tembakau di perkebunan tembakau di San Juan y Martinez, Provinsi Pinar del Rio, Kuba (24/2). Para peserta akan dibawa ke perkebunan tembakau terbaik di Pinar del Rio dan ke pabrik cerutu bersejarah. (AFP Photo/Yamil Lage)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Insentif Daerah (DID) dalam rangka Penanggulangan corona virus disease 2019 (Covid-19).

PMK 19/2020 yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 16 Maret 2020 ini berlaku sampai dengan September 2020.

Dalam klausul PMK tersebut, dinyatakan bahwa DBH cukai hasil tembakau (CHT) bisa dialokasikan untuk bidang Kesehatan sesuai dengan yang diatur dalam PMK Nomor 7 Tahun 2020 tentang penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBH CHT yang dapat digunakan untuk penanggulangan virus corona.

Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji berpendapat, langkah pemerintah yang mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk penanggulangan Corona sangat bagus.

Pasalnya, tujuannya untuk kesehatan rakyat Indonesia. Hal itu sejalan dengan fokus Presiden Joko Widodo yakni pembangunan SDM agar mampu bersaing di percaturan global.

"Kami petani tembakau bersyukur bisa memberikan sumbangsih melalui DBHCHT untuk pencegahan dan penanggulangan virus Covid-19 (Corona) yang merupakan permasalahan negara saat ini," kata Agus Parmuji di Jakarta, Senin (30/3/2020).

Agus Parmuji mengingatkan agar pemerintah fair menempatkan komoditas strategis tembakau sebagai perkebunan rakyat yang terbukti memberikan kas sangat signifikan pada Negara.

Menurut Agus, sikap kurang fair pemerintah adalah membuat berbagai produk hukum yang justru mematikan denyut nadi petani tembakau.

"Diantaranya seruan aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), revisi PP 109 tahun 2012, kenaikan cukai yang eksesif, Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dan aturan lainnya," tandasnya.

Karenanya, Agus meminta pemerintah sudah semestinya berlaku adil memperlakukan multi stakeholders pertembakauan yang jasanya terhadap penerimaan negara sangat besar.

"Terutama disaat ekonomi sedang turun karena pandemi COVID-19, para pemangku kepentingan sektor pertembakauan butuh perhatian pemerintah," tegasnya.

 

Kontribusi Sektor Tembakau

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Lebih lanjut Parmuji mengatakan, di saat situasi seperti sekarang ini, adanya wabah Corona, program pencegahan stunting, dan masih banyak lagi, negara butuh duit dari tembakau untuk progam penanggulangan kesehatan masyarakat. Di situlah besarnya kontribusi sektor pertembakauan.

"Paling tidak hal ini untuk membuka hati mereka kalau dari tembakau yang selalu di sudutkan tapi bisa membantu menangani masalah darurat negara," terangnya.

Sementara itu, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar mendukung langkah pemerintah menggunakan dana bagi hasil cukai (DBHC) untuk penanggulangan virus Covid-19.

"Kami sangat mendukung dengan kebijakan pemerintah yang bertujuan menyelamatkan nyawa manusia dari virus yang mematikan itu," kata Sulami.

Bahkan, Sulami mengusulkan agar pemerintah juga mengalokasikan dana Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) untuk upaya penanganan virus Corona.

"Namun kalau boleh memberikan masukan ke pemerintah sebaiknya dana PDRD juga bisa dialokasikan juga," kata Sulami.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya