Modal Keluar Akibat Corona Capai Rp 145 T, Lebih Besar dari Krisis 2008

Pada krisis keuangan 2008 arus modal asing keluar hanya sebesar Rp69,9 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Mei 2020, 09:45 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2020, 09:45 WIB
Nilai Tukar Rupiah
Aktivitas penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Nilai tukar Rupiah pada Kamis (19/3) sore ini bergerak melemah menjadi 15.912 per dolar Amerika Serikat, menyentuh level terlemah sejak krisis 1998. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mencatat arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia pada periode Januari-Maret 2020 atau kuartal pertama mencapai Rp145,28 triliun. Arus modal keluar tersebut jauh lebih besar dibandingkan periode krisis keuangan 2008 dan tamper tantrum pada 2013 silam.

Dia menyebut pada krisis keuangan 2008 arus modal asing keluar hanya mencapai Rp69,9 triliun. Sedangkan pada 2013 terjadi caiptal inflow lebih rendah sebesar Rp36 triliun.

"Capital outflow periode Januari-Maret Rp 145,28 triliun adalah lebih dari dua kali lipat yang terjadi pada saat guncangan krisis global," kata Sri Mulyani dalam rapat KSSK secara virtual, di Jakarta, Senin (11/5).

Menurutnya ini menjadi perhatian kusus terhadap Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Di mana Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) secara bersama-sama mencari cara agar arus modal keluar tidak terjadi lebih besar lagi.

"Ini menjadi perhatian dari KSSK yang kemudian menjadi bahan di dalam pembahasan pada pertemuan," kata dia.

Di samping itu, menjadi perhatian pemerintah khususnya KSSK adalah nilai tukar Rupiah yang mengalami eskalasi sangat tinggi. Pada Februari nilai tukar berada pada Rp14.318 per USD. Namun memasuki pekan kedua Maret terjadi pelemahan ke Rp14.778 per USD.

"Dan terus berlanjut sampai 23 maret level Rp16.575 per USD. Atau pelemahan 15,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya," kata dia.

Indikator Keuangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Dalam kondisi berbagai indikator keuangan yang alami gejolak, maka pemerintah memerlukan berbagai langkah cepat dan extraordinary terutama dikaitkan dengan langkah penanganan Covid-19 dan penyebarannya, serta dampak sosial eknomi dan stabilitas keuangan.

Oleh karena itu, pada 31 Maret 2020 Presiden telah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yakni kebijakan keuangan negara dan stabilitas sitem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19.

"Dalam rangka hadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional tersebut maka Perppu merupakan landasan hukum untuk mengatasi kondisi kegentingan yang memaksa dan juga landasan hukum bagi langkah-langkah antisipatif yang dilakukan pemerintah untuk cegah terjadinya disrupsi lebih tinggi dari Covid-19," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya