Kepanikan Pasar Akibat Corona Bikin Modal Asing Keluar dari Indonesia

Para investor global melepas aset-aset investasinya dari seluruh dunia termasuk dari Indonesia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 06 Apr 2020, 17:15 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2020, 17:15 WIB
Nilai Tukar Rupiah
Aktivitas penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Nilai tukar Rupiah pada Kamis (19/3) sore ini bergerak melemah menjadi 15.912 per dolar Amerika Serikat, menyentuh level terlemah sejak krisis 1998. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Akibat pandemi corona covid-19, pasar keuangan megalami kepanikan dari para investor dan pelaku pasar global sehingga menyebabkan arus modal keluar (capital outflows) yang besar, keketatan dolar secara global, dan tekanan pelemahan nilai tukar dunia.

Dalam paparannya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menjelaskan, ketidakpastian di pasar keuangan global sangat tinggi, seperti tercermin dari melonjaknya indikator VIX dari 18,8 menjadi 82,7 sebelum turun ke 50,9 setelah stimulus fiskal lebih dari USD 2 triliun oleh Pemerintah AS, serta penurunan suku bunga sebesar 100 bps dan injeksi likuiditas yang besar oleh the Fed.

Akibatnya, para investor global melepas aset-aset investasinya dari seluruh dunia termasuk dari Indonesia, baik berupa obligasi, saham ataupun emas, dan menukarkannya ke simpanan tunai dalam mata uang dolar AS.

"Harga saham dunia anjlok, yield obligasi meningkat, dan harga emas juga sempatturun, sementara mata uang dolar AS semakin menguat dan nilai tukar berbagai mata uang negara lain melemah," ujar Perry Warjiyo dalam rapat virtual dengan komisi XI DPR, Senin (6/4/2020).

Dalam periode yang sama, harga minyak dunia turun drastis akibat perselisihan antara Saudi Arabia dengan Rusia dan memperburuk kondisi pasar keuangan global," lanjut dia.

Selain itu, lanjut Perry, merebaknya pandemi Covid-19 juga mendorong keluarnya investasi portfolio (capital outflows) dari Indonesia dalam jumlah besar dan memberi tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

BI Pastikan Inflasi dan Neraca Dagang dalam Kondisi Baik Meski Ada Corona

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo bersiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Rapat memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perekonomian global tengah merosot akibat pandemi corona covid-19, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, merebaknya pandemi covid-19 juga mendorong keluarnya investasi portfolio (capital outflows) dari Indonesia dalam jumlah besar danmemberi tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah.

Namun demikian, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam rapat virtual dengan komisi XI DPR, membeberkan sejumlah indikator ekonomi dan keuangan lain masih relatif terjaga selama pandemi berlangsung.

"Sejumlah indikator ekonomi dan keuangan lain masih relatif terjaga. Inflasi pada Maret 2020 tercatat rendah, yaitu 0,10 persen secara bulanan atau 2,96 persen secara tahunan," jelasnya.

Kemudian, lanjut Perry, neraca perdagangan dalam bulan Februari 2020 juga mencatat surplus USD 2,3 miliar, didorong ekspor batu bara, CPO, dan beberapa produk manufaktur.

"Kondisi perbankan juga relatif baik pada Februari 2020, dengan rasio kecukupan modal (CAR) sekitar 22,4 persen dan kondisi likuiditas yang lebih dari cukup dengan rasio Alat Likuid per Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi sekitar 22,8 peesen," lanjut dia.

Sementara itu, menurut Perry, fungsi intermediasi masih belum berjalan kuat, tercermin dari rendahnya pertumbuhan DPK yang sekitar 7,7 persen maupun penyaluran kredit yang sebesar 5,9 persen, sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi.

Kemudian, sistem pembayaran baik tunai maupun non-tunai masih berjalan lancar.

"Pertumbuhan Uang Elektronik (UE) cukup tinggi, menunjukkan preferensi masyarakat ke ekonomi dan keuangan digital. Pememuhan kebutuhan uang tunai masyarakat juga berjalan lancar," kata Perry.

Inflasi Maret 2020 Tercatat 0,1 Persen, BI Sebut Terkendali

FOTO: Kenaikan Sejumlah Bahan Pokok Picu Laju Inflasi
Pedagang sayuran menunggu pembeli di sebuah pasar di Jakarta, Rabu (1/4/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Maret 2020 terjadi inflasi sebesar 0,10 persen, salah satunya karena adanya kenaikan harga sejumlah makanan, minuman, dan tembakau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2020 tercatat 0,1 persen. Bank Indonesia menyatakan kondisi ini tetap rendah dan terkendali.

"Lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,28 persen (mtm)" kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Wijanarko dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (2/4/2020).

Perkembangan ini dipengaruhi kelompok volatile food dan administered prices yang mencatat deflasi. Lalu inflasi inti, di luar harga emas, yang tetap terkendali.

Melihat perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi IHK Maret 2020 tercatat tetap terkendali sebesar 2,96 persen (yoy). Sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan lalu sebesar 2,98 persen (yoy).

Inflasi inti secara umum tetap terkendali, meskipun secara bulanan meningkat. Inflasi inti tercatat 0,29 persen (mtm), meningkat dari inflasi bulan Februari 2020 sebesar 0,14 persen (mtm).

Peningkatan inflasi inti ini terutama disumbang oleh kenaikan harga emas perhiasan sejalan dengan kenaikan harga emas dunia. Secara tahunan, inflasi inti tercatat 2,87 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Februari 2020 sebesar 2,76 persen (yoy).

"Inflasi inti yang tetap terkendali tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi tetap terjaga," tutur Onny. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya